Zhimphony

Song recommendation: (repeat) https://open.spotify.com/track/2BPXILn0MqOe5WroVXlvN1?si=lnI72JL0R6SqiMuQFnmtDg&utm_source=copy-link&dl_branch=1


image


“Rendy!”

Grep!

“Ada aku di sini, Ren. Ingat ya, kamu ngga sendirian di dunia ini. Aku selalu di sini.”

Tidak ada jawaban dari Rendy.

Pundak berbalut jas hitam itu mulai bergetar dalam dekapan sang Putri. Kiera tau, sahabatnya sedang manangis. Pedih sekali.

“Ren...”

Hanya isak tangis yang terdengar samar yang menjadi jawaban. Kiera menepuk lembut pundak Rendy menenangkan.

“Semesta sayang sama mama, papa. Jadi mereka pulang duluan. Aku ngerti kamu pasti kaget sama kenyataan ini, gapapa pelan-pelan aja. Kamu ngga sendirian, Ren. Ada aku, Nathan, sama yang lainnya ju-.”

Bruk

“Ngerti?! Kamu gaakan ngerti rasanya jadi aku, Ki. Kamu– Sehari aja kamu jadi aku. Satu hari, rasanya ga seperti yang kamu pikir.”

“Rendy, tunggu!”

Rendy melangkah pergi menjauhi rumah duka tanpa tujuan. Kosong. Tidak ada lagi yang bisa ia pikirkan. Hancur. Ia hancur sehancur-hancurnya. Dunianya runtuh. Sepi sekali.

“RENDY KAMU MAU KEMANA?”

Rungunya bagai tuli. Menyisakan angin yang berlalu sejuk. Kedua mata tak bernyawa menatap lurus hamparan salju. Dingin. Tapi tidak lebih dingin dari jiwanya.

“Mama..” Satu-satunya kalimat yang terucap.

image

Tanpa sadar, ia berjalan masuk ke dalam hutan kota yang letaknya tak jauh dari rumah duka yang kala itu berselimut salju tebal. Rungunya tak menangkap panggilan dari sosok yang terus mengekor di belakang sambil terseok, berusaha melawan dinginnya cuaca.


“AKH!!!” Teriakan gadis itu berhasil memecah lamunannya. Langkahnya terhenti, berbalik ke arah sumber suara.

“Kiera?”

Kiera tersungkur di atas salju salah satu sepatunya yang terlepas, tersangkut pada salju yang terinjak.

Dep.

“Ki, kok bisa jatuh si? Luka ngga sini biar aku liat.”

“Engga, Rendy. Tenang yaa aku ga kenapa-kenapa, cuma kesandung salju aja beneran deh.”

“Bener kamu ga luka?”

Kiera menatap sejenak sahabatnya.

Ia bangkit dari posisinya bersamaan dengan Rendy yang mengikuti.

image

“Aku luka.”

Mata Rendy terbalak dibuatnya.

“Di mana? Sakit engga? Kita obatin dulu ayo.”

“Sakit.”

“Iya ayo kita obatin dulu ya, sini biar aku gendong.”

“Rendy.”

“Hm? Kenapa? Ayo biar aku gendong.”

Kiera menegapkan punggung Rendy, membuatnya saling berhadapan lurus saling membaca air dalam manik sang lawan bicara.

“Di sini.” Kiera meletakkan tangannya pada dadanya.

“Rasanya sakit liat kamu hancur seperti ini, Ren. Aku mohon, jangan pergi. Aku mau kamu di samping aku, seperti biasanya. Anggap aku keluargamu, Ren. Kamu ga sendirian.”

Kamu orang yang aku cinta, Kiera.

Aku gamau kamu hancur. Kamu semestaku, Rendy.

“Kiera, Sesak sekali.”

“Aku punya ide.”

Kiera menarik Rendy menuju hamparan salju luas yang aslinya merupakan padang rumput hijau. Sepi, hanya ada mereka. Tentu saja karena cuaca sedang dingin.

image

“Kita mau ngapain?”

“Lepas. Kamu bebas ungkapin semuanya di sini. Biar aku beri contoh.”

Kiera melangkah maju beberapa langkah dengan mata Rendy yang terus mengikuti.

“Ekhem. TANTE WENDY, PAMAN CHA... TIDUR YANG TENANG YAA!! RENDYNYA BIAR AKU YANG JAGAIN!! KIERA SAYANG SAMA RENDY!! BAAAANGEEETTT!!”

“Huft! Nah, gitu jadi sekarang gili- Ren? Rendy? Hello? Kamu denger aku kan?”

“Hah? Oh? Uhm.. Harus teriak ya?”

“Harus! Coba dulu, kamu ga akan nyesal.”

Rendy mengangguk dan mengikuti yang Kiera lakukan tadi.

Kiera mendengarkan dengan khidmat apa yang Rendy ungkapkan. Dinginnya salju menambah rasa kaku pada tubuhnya. Benaknya dilanda kesedihan juga kebingungan setelah mendengar kalimat sahabatnya itu.

“PAPAAA, JAGAIN MAMA YAA! AKU SAYANG SAMA PAPA! MAMAAA, MAAFIN RENDY YAA. AKU KANGEN BANGET SAMA MAMA. TUNGGU RENDY YA MAA! Selamat beristirahat, malaikatku.”


“Huft. Benar kata kamu, cukup melegakan rupanya.”

Kiera hanya tersenyum dengan air mata yang mulai mengering pada pipinya.

“Ki.”

“Iyaa?”

Izinkan aku mencintaimu.

“Kenapa, Ren?”

“Ah, engga. Di mana Nathaniel?”

“Oh? Nathan ada pertemuan penting, salah satu pejabat Kerajaan Hira baru aja melakukan kasus korupsi. Dan kamu tau apa hebatnya? Nathan yang ngungkapin kasus itu! Keren banget kan? Dan dia udah nyimpen semua bukti kasus korupsi yang para tikus itu lakuin.”

“Wah.” Rendy melakukan aplouse. “MPV!! Harus dikasi semangat dong? Coba telfon anaknya kita video call. Poselku habis baterai.”

“Okay!” Kiera mengeluarkan ponselnya dari saku jaket tebal miliknya. Ia bersemangat untuk segera melakukan panggilan bertiga. Namun senyumnya pudar seketika kala matanya menangkap banyak notifikasi panggilan tak terjawab dari teman-temannya. Lalu muncul satu panggilan masuk dari Jeremmy yang langsung ia terima.

“Hallo? Je, ada apa? Kenapa nelfon banyak banget? Hallo? Jeje? Jere? Kenapa diem aja? Jeremmy! Jawab atau aku matikan sekarang juga!”

“Kiera, Nathan.”

“Kenapa? Nana kenapa, Je!? Kok suara lo geter sih? Sinyal di sini jelek ya? Bentar deh gue pindah tempat dulu.”

“Ga Ki sinyal lo ga masalah.”

“Ya terus kenapa Je?! Lo jangan buat gue panik dong! Nana sama lo? Mana anaknya biar gue ngomong sama dia.”

“Kiera, Nathan kecelakaan.”

DEG!

“Kejadiannya setengah jam yang lalu, ada penembakan di kawasan Golden. Pembunuhan berencana. Diduga pelakunya-”

“JERE LO JANGAN NGARANG CERITA YA! DIMANA NATHAN?!”

“Kiera tenangin diri lo dulu, coba loud speaker biar Rendy denger apa yang gue omongin.”

Kiera menyalakan fitur loud speaker.

“Sekarang Nathan di Rumah sakit Golden, dia koma.”

DEG!

“K-koma?”

“Nathan butuh donor jantung secepatnya, pihak rumah sakit masih berusaha nyari.”

“Jere, biar gue yang donor.”

“Ki!!”

“Jere lo denger gue kan? JAWAB!!”

“Kiera, sorry lo gabisa ngelakuin ini.”

“BOHONG! LO BOHONG KAN? NATHAN GA MUNGKIN KAYA GINI.”

Rendy memeluk Kiera yang mulai menangis histeris. Ia kalut.

“Rendy, Nathan ga mungkin ninggalin kita kan?”

Tangisannya terus terdengar, bahkan sampai pada seseorang di balik panggilan.

“Sshh. Tenang yaa, Nathan ga mungkin ninggalin kita.”

Isak tangis makin histeris.

“NA, KAMU BILANG GA AKAN KEMANA-MANA. JANGAN TINGGALIN AKU ATAU KAMU KENA SANKSI! Rendy, tolong bawa Nathan pulang, aku rindu. Aku gabisa kehilangan Nathan. Rendy-”

“Sshh, iya tenang yaa aku akan bawa Nathan pulang. Jangan nangis lagi ya, Nathan pasti pulang. Aku janji.”

“Janji?”

Rendy mengeratkan pelukannya. “Janji.”

.

.

.

Dua kali.

Dua kali dunianya runtuh.

Ada apa dengan semesta?

Salah apa ia hingga dihukum seperti ini?

Orang tua, sahabat.

Juga sang Putri yang menyaksikan pahitnya hukuman kedua insan tercinta.

Pertahanannya runtuh.

Ia jatuh.

.

.

.

Nana, aku mencintaimu. Cepat bangun ya pangeranku, jangan pergi. Aku menantimu kembali.

image


.

.

. To be continued .

.

. —Zhi.

Song recommendation: https://open.spotify.com/track/6G4z9WbxyEeWdEQTfShACT?si=v6Fof4v9T62EURKgakRRxA&utm_source=copy-link&dl_branch=1

Golden, district G | July 31 2023

image


Langkahnya terdengar nyaring, menggema pada lorong gedung putih menyeluruh. Matanya sibuk mencari keberadaan sosok yang dinanti. Atensinya berhenti pada sosok yang tengah duduk di atas bangku taman bagian belakang gedung tersebut.

Dihampirinya sosok tersebut dengan para pengawal yang menunggu pada setiap sudut taman untuk berjaga tanpa harus mengganggu privacy mereka.

Langkahnya berhenti tepat di depan bangku. Memecah keseriusan sosok yang sedang melamun, menatap rumput hijau di bawah kakinya yang kini diinjak sepasang sepatu kulit hitam mengkilap yang terlihat mewah.

Sosok itu mendongakkan kepalanya, menatap ia yang kala itu mengenakan setelan jas hitam dengan pin khas berbentuk mahkota. Pin yang hanya dapat digunakkan oleh keluarga kerajaan.

“Oh? You are here? Sejak kapan sampai di sini?”

“Baru saja.”

Sosok dengan setelan khas gedung itu menggeser posisi duduknya, mempersilahkan kawannya untuk duduk di samping.

“Sini duduk.”


“Gimana hasilnya?”

“So far, good. Haha.”

“Jadi, lo kesini mau ada urusan apa, Na?”

“Yaelah, gue cuma mau ketemu temen sendiri masa gaboleh?”

“Ya boleh sih, tapi bukannya akhir-akhir ini lo lagi hectic?”

“Iyasih, tapi ya bentar doang sabi lah gue keluar bentar.”

“Chat tunangan lo udah dibales?”

Nathan menepuk keningnya. “Sial. Gue lupa.”

Duk!

“Brengsek! Buruan bales! Lo buat anak orang nunggu tau ga?!”

“Ya gausa nepak kepala juga, sakit bego!”

“Otak lo tuh sakit. Berapa lama lo ngeghosting, hah?!”

“Ghosting? Haha, emang dia nungguin?”

“Ya nungguin lah? Please gausa tolol.”

Hening kemudian.

“Ren, kalo sebenernya Kiera ga ada perasaan sama gue, gimana?”

“Ngaco. Kiera cinta sama lo, Na.”

Nathan menoleh, menatap Rendy di sisi kirinya.

“Jadi, itu yang lo pikir?”

Rendy menoleh dan mengangguk.

Bodoh. Batin Nathan.

“Ren, do you love her?”

“I'm not. Stop, Na. Kiera milik lo. Jangan tanya hal bodoh itu lagi.”

Bohong.

“Jawab gue. Lo cinta sama Kiera?” Tanya Rendy dibalas anggukan oleh Nathan.

“Demi Tuhan, aku cinta sama Kiera.”

Rendy tersenyum.

“Kalau begitu, tugas gue selesai.”

Rendy, maaf.

“Ren, apa lo pernah ngerasa kalo semesta ga adil?”

Rendy tersenyum.

“Alam semesta memang suka menciptakan sketsa-sketsa indah meluluh lantakan perasaan dan jiwa-jiwa yang hidup, sebercanda itu.”

“Begitu ya? Dan bodohnya aku menjadi coretan untuk melengkapi sketsanya, tapi yang dia butuhkan bukanlah coretan, melainkan warna.”

“Lagi-lagi, salah semesta ya? sebenarnya semesta tak pernah becanda. ia hanya memberitahukan tentang apa yang sebenarnya. Tak perlu menyesali apa yang telah terjadi, dan berbahagialah di jatuh cinta yang selanjutnya.”

“Siapa anda?” Tanya dua laki-laki itu.

“Aku hanya cameo dalam dunia kalian, menyampaikan apa yang harus disampaikan.” Ujar lelaki tua itu.

Mereka membisu.

“Wahai anak muda. Jika yang bermain di labirin cinta adalah kamu dan dia, lantas mengapa ketika tersesat malah menyalahkan takdir dan semesta?”

“Lalu bagaimana dengan mereka yang saling mencinta namun tak bersatu jua? Terasa seperti candaan tak berujung.” Tanya sang Pangeran.

“Semesta tidak bercanda, hanya saja sudah waktunya dua insan harus saling melepas, mereka beda, harus menemui takdir mereka masing masing.”

“Yaaa, aku rasa kau benar, tuan. Karena aku yang mulai lelah menyalahkan semesta, padahal salah sendiri mengapa meletakkan rasa pada orang yang enggan menerima.” Ujar sang Pangeran.

“Tugasku sampai di sini. Ingatlah kalimat ini wahai anak muda.”

“Jangan pernah salahkan semesta atas sebuah kesalahan yang kau paksakan.”

“Aku pamit. Sampai bertemu di lain kesempatan, Pangeran.”


“Kapan pernikahan kalian berlangsung?” Tanya Rendy.

Ia tatap sosok ringkih itu dengan pilu. Rasanya sungguh sakit saat harus melihat sahabat tercinta berjuang tanpa ujung di setiap harinya.

“Akhir tahun, di musim dingin.”

“Musim dingin ya? Hari ulang tahun Kiera?”

“Bukan, setelah natal.”

“Oh... Hahahaa.”

“Pangeran, yang Mulia Raja memanggil anda ke blue house sekarang juga.” Ujar salah satu pengawal yang menghampiri keduanya.

Nathan mengangguk dan melambaikan tangannya, lalu pengawal itu mundur beberapa langkah.

“Gue pergi dulu.”

“Jangan lupa balas pesan Kiera!”

Nathan mengangguk sembari bangkit dari posisi duduknya. Sebelum pergi Nathan berpesan.

“Ren, Bertahanlah.”

Ia berbalik, melangkah pergi meninggalkan sosok yang tetap pada posisinya.

Dilihatnya arloji yang menunjukan pukul 2:45 p.m. Sepertinya ia akan terlambat, tapi raut wajahnya mengatakan bahwa ia tak peduli.

Atensinya berpindah pada sosok yang familiar.

Jeremmy. Ia ingin menyapa kawannya, namun urung karena sosok dengan jas putih panjang itu terlihat setengah berlari menuju gedung tadi.


Rendy menatap punggung yang mulai lenyap di balik pintu keluar.

Rasanya sedikit ringan usai berbincang dengan sahabat lama yang sulit dijumpai. Namun fokusnya buyar ketika ponsel miliknya bergetar, terlebih saat ia baca pesan tersebut.

image

. . .

Ketika denting jam dinding bergema, terputar memori pertemuan antara matahari dan bulan, salah satunya bersinar. Dan mereka tak pernah bisa bersama.


. . . To be continued. . . . —Zhi

Song recommendation: https://open.spotify.com/track/7ofesKe179DXx8QLaprNNp?si=IMPzbHi-QRCVyeC0ED924g&utm_source=copy-link&dl_branch=1

Tuesday, Desember 03 2023 10:45 a.m

image


Detik demi detik berlalu, ditemani alunan suara jam dinding yang berdetak. Di bawah kilauan cahaya lampu, di atas kursi ia duduk.

“Pangeran, Tuan Putri telah memilih gaunnya.”

“Oh benarkah?”

“Sebentar lagi tuan Putri akan keluar.”

Sang Pangeran mengangguk mengiyakan. Masih dengan posisinya, ekor matanya menangkap sosok Mark yang berjalan mundur dari sisinya tadi. Degup jantungnya tidak bisa berbohong, dengan susah payah ia mengatur napasnya agar tidak terlihat kacau.

Tuk, Tuk, Tuk.

“Jantungku, jangan bersikap bodoh.” Batinnya.

Derit pintu terdengar, sosok yang dinanti hadir.

Ia alihkan pandangannya pada teras kotak-kotak menuju sosok perempuan yang baru saja muncul, berbalut gaun putih bersih rancangan designer khusus keluarga kerajaan.

Bagai slow motion, perempuan itu berjalan penuh kehati-hatian, disinari cahaya lampu yang menambah kesan hangat juga kecantikannya.

image

Bibirnya kelu, terpesona bak tenggelam dalam nyanyian siren.

”...Pangeran? Cepat sadar atau kau akan aku tampar.” Ujar sang asisten menyadarkannya dari dunianya sendiri.

“Ah? Oh? Kau bilang apa, Mark?”

“Huh. Cepat beri pujian, dimana jiwa lelakimu?”

“Hey! Alihkan pandanganmu dari calon istriku. Kembali ke tempatmu atau kau akan selamanya membujang.”

Mark melangkah kembali ke tempatnya, tentu saja dengan sebuah umpatan sebagai penutup dialog mereka.

Nathaniel kembali fokus pada sang Putri. Ia sambut dengan senyuman hangat juga salam hormat dengan meletakkan tangan kanan di atas dada kirinya.

“Sebuah kehormatan melihat sosokmu dengan gaun cantik ini, Princess.” Ujar Nathan dibalas tawa kecil dari Kiera.

“Apa aku cocok dengan gaun ini?” Tanya Kiera.

“Tentu saja cocok. Kau terlihat cantik dengan balutan busana apapun. Tidak ada yang dapat melunturkan kecantikanmu.”

*“Hahahaa, kamu itu memang paling handal soal merayu.

“Di dunia ini hanya ada dua wanita yang aku rayu. Tentu kamu tahu siapa mereka.”

“Hmm...Biar aku tebak, aku dan bundamu?”

“Nilai sempurna untuk sosok yang sempurna.”

Nathan berjalan mendekat, memotong jarak.

image

“Semesta baik sekali ya, menjadikanmu pasanganku di tengah kejamnya dunia.”

DEG!

Bak rona kelopak mawar, kedua pipi sang Putri bersemu merah hanya dengan pujian tersebut. Suatu ketika Kiera pernah berkata,

“Kalimat yang Nathan ucapkan bisa mengalahkan manisnya gulali di seluruh dunia.” Dan benar adanya.

“Kau juga terlihat bersinar dengan busana itu.” Ujar Kiera.

“Aku tahu. Aku memang selalu bersinar bukan?”

Hhhh... Seharusnya ia tahu, rasa percaya diri seorang Nathaniel bisa menembus cakrawala. Ia harus tahan dengan hal itu, mengingat tidak lama lagi mereka akan menjadi pasangan suami istri.


“Pangeran, mobil telah siap.”

“Oh? Sudah waktunya ya? Baiklah, apa kau ikut denganku, Mark?”

“Tidak, aku harus mengurus semua administrasi dan mengatur janji dengan sekretaris Mina. Anda harus segera menghadiri rapat dengan para pejabat. Saya akan tiba di Hira nanti malam.”

“Alright then. Atur semuanya dengan baik. Aku harus pamit dengan calon istriku terlebih dahulu.”


“Princess.”

“Oh? Na? Astaga kerahmu berantakan. Kemari, biar aku rapihkan.”

“Benarkah?” Dilihatnya jas yang ia kenakan. Dengan sigap, tangan mungil sang Putri merapihkan kerah jas tersebut hingga rapih.

“Terimakasih.”

“Sama-sama. Kau harus terlihat rapih kapanpun dan di manapun, jadi perhatikan fashionmu.”

“Apa di hadapanmu aku harus terikat peraturan tersebut?” Tanya Nathan.

Terbesit sebuah ingatan pilu dalam kepalanya. Ia tepis ingatan tersebut dengan berat hati.

“Kau bisa lepaskan segalanya di hadapanku. Jadilah dirimu sendiri.”

“Wah wah, kalimatmu sungguh indah, Princess.”

Begitu pula sang penciptanya. Ia sungguh indah, melebihi gemerlap bulan purnama.

“Aku harus segera kembali ke kerajaanku.”

“Benarkah? Secepat itu? Eum...Maksudku, apa tidak istirahat terlebih dulu? Kau pasti lelah bukan?”

“Kalau aku sudah jadi Raja, aku bisa membatalkan rapat kapanpun kamu mau. Tapi sekarang aku masih seorang Pangeran.”

“Don't do that! Rapat tidak boleh sembarangan dibatalkan.”

“Hahaha, kau tahu bukan, aku akan memenuhi segala keinginanmu.”

“Kalau begitu kau harus bergegas pergi sekarang juga, Pangeran.”

“Yaaa, baiklah kalau itu maumu. Aku pamit undur diri dari hadapanmu, calon ratuku.”

Kiera mengangguk mengiyakan, dilihatnya punggung luas tersebut berbalik dan melangkah pergi. Namun baru beberapa langkah, sang Pangeran kembali ke tempat semula.

“Ada apa?”

“Tanpa mengurangi rasa hormat, boleh aku memelukmu?”

“Lagi-lagi kalimat itu. Kemari.”

Didekap tubuh yang lebih mungil darinya ke dalam pelukannya. Rasanya berat ketika harus berpisah, mengingat seberapa sulitnya mereka bertemu.

Di sisi lain,

“Tundukan pandanganmu, sekretaris Mark.”

“Aku sudah terbiasa dengan hal ini. Mereka temanku.”

“Bodoh, kau ini sedang bertugas. Ingat posisimu.”

“Excuse me? Kau baru saja menyebutku bodoh? Benar begitu, sekretaris Mina?”

“Aku hanya mengatakan kebenaran. Jadi sekarang, tundukkan kepalamu atau aku yang akan menundukkannya.”

“Ck. Dasar wanita aneh.”

“Kau menyebutku aneh?!”

“Pelankan suaramu atau aku yang akan membuatmu diam.”


“I like your scent.” Ujar Kiera.

“Kamu masih ingat parfumku?”

“Entahlah, aku tidak bisa lupa. Aromanya cocok untukmu.”

Kini keadaannya berbalik, giliran Nathan yang merasakan serangan mutlak dari manisnya kalimat sang pujaan hati.

“Hey, jantungmu berdegup kencang. Apa kamu baru saja tersipu?” Ujar Kiera tanpa melepas pelukannya karena tidak diizinkan.

“Jantungku selalu berdegup kencang saat di dekatmu kau tahu? Dengarkan saja, siapa tahu kau akan merindukan suaranya.”

Kiera sungguh melakukan apa yang Nathan bilang. Atas kemaunnya juga tentunya. Didengarnya suara samar dari dalam sana. Bagai madan magnet, entah mengapa, jantungnya seperti menerima sinyal dan ikut berdegup kencang mendengarnya. Ia tidak ingin Nathan merasakan itu, jadi ia memilih untuk segera mengakhiri sesi pelukan tersebut.

“Raja menunggumu, aku bisa mendengarkannya di lain waktu.”

Nathan tersenyum.

“Iya. Kalau begitu, sampai nanti Princess.”

Cup!

Kecupan singkat nan manis mendarat pada keningnya.

“Aku akan menelfonmu, jadi tolong diangkat, oke?”

“Kamu yang sering ngeghosting, Pangeran.”

“Iyaa, aku minta maaf untuk itu. Oh iya, Rendy berpesan agar kamu selalu menjaga kesehatan.”

“Benarkah? Rendy sungguh bilang begitu?”

Tidak, itu pesan dariku. Aku hanya ingin membuatmu senang jadi aku berkata demikian.

“Iya. Kalau begitu, sampai nanti.”

“Hati-hati Pangeran, aku akan menunggu telfon darimu.”

Kemudian punggung itu hilang di balik pintu. Menyisakan aroma parfum yang masih melekat pada ingatan juga batin yang terus berkecamuk.

. .

Lupakan Rendy dan lihat Nathaniel.

. .


. . . To be continued. . . . —Zhi.

City Garden, Torch Kingdom | July, 23 2023 | 4:30 p.m

song recommendation : https://open.spotify.com/track/7EBnhmiVuuIz3p4SfKUG7V?si=g5G-huAsRMOR6HE-UhFDig&utm_source=copy-link&dl_branch=1 (repeat)

image


Deru angin menerpa wajah, membawa rindu menjadi satu. Duduk pada kursi kayu milik taman kota, di bawah langit musim panas dengan kicau burung yang menemani. Laki-laki itu duduk menanti sosok perempuan yang ia rindukan selama beberapa bulan ini. Semua ini tidak lain karena padatnya keseharian yang membuat ia dan teman-temannya sulit untuk berjumpa.

Lima belas menit berlalu, ia masih setia menanti.

“Rendy?”

Rungunya menyadarkan ia yang tengah memejamkan mata. Semburat sinar menyambutnya dari luar sana. Matanya mengerjap perlahan, sosok itu perlahan menjelas. Lega rasanya. Melihat sosok yang dirindukan datang melepas segala lelahnya dengan senyuman hangat sehangat mentari pagi.

“Sudah dilepas?”

“Uhm.” Perempuan itu mengangguk.

“Mau berkeliling atau duduk?”

“Berkeliling.”

“As you want. Princess”


“Ren, bukankah ini deja vu?”

“Hahaaa, gue pikir lo lupa.”

Kiera menghentikan langkahnya.

“Boleh aku meminta satu permohonan?”

“Apa?”

“Aku-Kamu. Ayo kita pakai itu hari ini.”

“Hahahaa ada-ada aja.”

“Aku serius, Rendy.”

Rendy terdiam. Ia melihat keseriusan pada manik sang Putri. Lalu tersenyum.

“Iya, aku kabulkan permintaan kamu.”

“Ahahahaaa lucu banget!!”

“Ga ada yang lucu?” Rendy terheran.

“Ada, kamu.”

'Kiera, aku mohon jangan begini.'

Tidak ada respon dari Rendy.

“Papa, Mama baik?”

“Baik, Raja sama Ratu gimana?”

“So so, penuh aturan dan sibuk. Tapi sehat kok.”

“Kamu boleh keluar istana kaya gini?”

Kala itu, Kiera mengenakan outfit casual dengan celana jeans yang mana peraturan seorang Putri yakni tidak diperbolehkan mengenakan celana jeans, kecuali untuk hal khusus.

“Aku ancam pengawal dan ganti di tengah jalan.”

“Hahahaaa kamu ini bandel banget.”

“Kan kata kamu aku boleh jadi diri sendiri? Jadi aku lepas aturan itu. Gapapa kan?”

Rendy tersenyum.

“Iya, kamu boleh lepas semuanya di depan aku. Aku bukan siapa-siapa jadi kamu ga perlu khawatir.”

“Eh, Ren! Remember? Waktu SMA kita pernah kesini di musim semi?”

“Mana mungkin aku lupa? Fotonya juga masih aku simpan.”

“Really? Aku pikir kamu ga foto-foto deh? Kan aku selfie sendiri?”

'Sial.'

“Ek-hem. O-oh? Itu aku moto bunga lah. Langitnya juga kan bagus, masa iya ga aku foto.”

“Kamu ga diem-diem moto aku kan?”

“Dih? Jangan geer. Menuh-menuhin memori ponsel aja.”

“Tapi kita kan pake kamera digital?”

“Ah udahlah pokonya aku moto yang indah-indah aja.”

“Iya deh iya sensi bener.”

image


Satu jam berlalu. Di bawah langit sore, menatap senja yang mulai hadir. Mereka duduk pada hijaunya rumput musim panas. Penatnya hilang berganti kehangatan. Hingga detik ini Rendy masih mengikuti peraturan dimana tidak boleh menyentuh bangsawan. Baginya, hanya melihatnya saja sudah cukup. Ia tidak boleh lupa, gadis ini milik sahabatnya. Sahabatnya yang seorang Pangeran. Tentu mereka lebih pantas untuk bersanding di pelaminan.

“Cantik.”

“Kenapa, Ren?”

“Langitnya cantik.”

“O-oh? Iya.”

“Ki.”

“Hm?”

“Kamu sama Nathan–”

“Dia belum balas pesanku selama sepekan.” Ucap Kiera.

Rendy terkejut namun berusaha tenang. Ia harus netral. Dua orang itu sahabatnya. Ia harus menjadi penghubung antar keduanya.

“Kiera... Kamu tahu betapa sibuknya keluarga kerajaan. Bahkan, kamu sendiri capek bukan? Nathan juga pasti terlalu sibuk. Jadi kamu harus sabar, ya? Hmm?”

Tidak mudah memang, tapi beginilah takdirnya. Kisah cinta tidak selamanya indah. Tapi ia percaya, ada kalanya ia merasakan keindahan itu.

“Ren.”

“Hm?” Rendy menoleh.

“Kalau aku memutus perjodohan, apa pendapatmu?”

“No, Kiera.”

“Kenapa?”

“Kamu udah janji sama Ratu. Ingat? Selepas kelulusan.”

“Kamu dengar?”

“Aku kebetulan di sana. Maaf kalau lancang. Tapi kita udah pernah bahas soal janji bukan? Kamu cukup cerdas untuk memahaminya.”

“Tapi itu udah lama banget, Ren. Waktu SMA.”

“Janji tetaplah janji, tuan Putri.”

“Jangan panggil aku begitu!”

Hening kemudian.

“Maaf ya udah buat kamu kesal, sekarang tarik nafas dan keluarkan pelan-pelan. Tatap langitnya, supaya kamu tenang.”

Kiera melakukan apa yang Rendy bilang. Dan benar, ia mendapat ketenangan dari sana.

image

“Ren, habis ini kita makan yu? Aku juga mau minum kopi supaya ga ngantuk.”

“Aku mau ikut kalau kita ga minum kopi.”

“Kenapa sih kalian berdua sama aja? Larang-larang aku minum kopi? Padahal kamu tau dari dulu aku suka kopi.”

“Kita ganti teh ya? Aku tau teh yang enak, kamu harus coba.”

“Beneran enak?”

“Kapan aku bohong?”

“Oke.”

. . . . .

“Oh iya.”

“Apa lagi, Rendy?”

“Sebagai sahabat kamu dan sahabat Nathan, aku boleh minta satu permintaan? Satu aja ga lebih.”

“Hm... Apa?”

Rendy menjulurkan kelingkingnya ke depan.

“Janji untuk saling mencintai sampai akhir.”

“Ren?”

“Perasaan emang bisa berubah, tapi kita bisa belajar mencintai lagi. Jadi, kalian harus begitu, ya? Anggap ini permintaanku yang paling serius adanya.”

Sakit. Jujur, dunianya runtuh. Harapan hancur. Ia harus berusaha sekuat mungkin, bahkan hanya untuk tersenyum. Ulurannya disambut. Untuk kali ini biarkan Rendy melanggar peraturan kerajaan. Ini demi kedua sahabatnya.

“Pinky swear.” Ujar Kiera.

“Janji?”

Kiera mengangguk. “Janji.”

. . . . .

Cinta pertama memang tidak pernah berhasil. Tapi tidak apa, aku akan berusaha ikhlas.

Semesta, jaga dia untukku ya?


To be continued. . . . —Zhi

image


“Lang.”

“Hm?”

“Menurut kamu, siapa yang akan hidup bersamaku selamanya?”

“Aku.”

“Etdah buset pede banget?” “Yang benar itu diri aku sendiri.”

Langit diam menyimak.

“Jadi, kita harus bisa menjaga diri kita sendiri.” “Kuharap, kamu bisa lebih mencintai diri kamu sendiri.” “Dengan begitu, kita bisa ngejaga hubungan ini lebih lama.”

“Aku akan hidup lebih lama, kau tidak perlu takut.”

“Langit, peluk aku.”

“Janji harus tidur ya? Langit makin gelap, kamu harus istirahat.”

“Dari pada merem, aku lebih milih natap mata kamu.”

Langit memotong jarak, mendekap Biru dalam pelukannya. Hangat. Kalau boleh meminta, Biru ingin memohon agar semesta menghentikan waktunya sejenak. Ia ingin lebih lama dalam pelukan Langit.

“Jadi gini ya sosok kita yang serius? lucu ya.” Ucap Langit.

“Kamu tau ga? Kata orang, orang humoris selalu menangis sendirian.” Ucap Biru.

“Kata orang aku humoris, tapi aku ga nangis sendirian. Soalnya ada kamu di samping aku.”

“Kalau aku semestamu, kamu sosok malaikatku.”

Cup!

Sebuah kecupan tulus mendarat pada kening Biru.

“Bahkan semesta menyandingkan nama kita.”

“Langit dan biru itu satu.” Ucap Langit.

Ada genangan air yang tertahan pada pelupuk mata keduanya. Inilah mereka. Langit dan Biru. Sosok tetangga yang meresahkan dan pasangan terabsurd seantero kampus, namun ada sisi lain yang hanya diketahui keduanya. Kala mode serius, bahkan kalimat para motivator akan kalah manjur.

“Benar, Langit dan Biru itu satu.” Ucap Biru.

“Nah, sekarang ayo tidur. Aku nyanyiin lagu kesukaan kita.”

“Langit, demi Tuhan. Aku ga mau tidur, aku mau kita kaya gini aja.”

If I had to live my life without you near me.

“Langit, aku mohon.”

“Ssst! Aku mau nyanyi. Biru tidur yaa.”

“Langit, please.”

The days would all be empty. The nights would seem so long. With you I see forever, oh, so clearly. I might have been in love before. But it never felt this strong.

Dengan suara khasnya, Langit menyanyikan lagu kebangsaan antara ia dan Biru. Nothing's gonna change my love for you by George Benson. Lagu yang selalu mereka putar sejak SMA, terutama di kala sepi menemani.

'Aku kalah. Kamu boleh bernyanyi.' Batin Biru.

Our dreams are young and we both know. They'll take us where we want to go. Hold me now, touch me now. I don't want to live without you.

Nothing's gonna change my love for you. You oughta know by now how much I love you. One thing you can be sure of. I'll never ask for more than your love. Nothing's gonna change my love for you. You oughta know by now how much I love you. The world may change my whole life through. But nothing's gonna change my love for you.

Seulas senyum terukir pada bibir indah milik Langit. Ia kecup kening juga hidung milik Biru, dan mengusap air yang berhasil Biru tumpahkan pada pipinya. Langit menyesal membuat Biru menangis. Ini selalu terjadi di kala malam. Ia pandangi lamat-lamat wajah yang sedang tertidur pulas.

“Biru, maaf karena membuatmu menangis setiap malam.”

“Aku mencintaimu. Banget pangkat tiga. Ingat, kalau langit berwarna jingga, artinya aku kangen kamu.”

“Selamat beristirahat, semestaku.”

Lagu berakhir. Biru terlelap. Kemudian sunyi tanpa suara.

Tw : Mature content , 🔞 Harap bijak dalam membaca.

image


“Your baby, huh?”

“Yup! You are my baby. Dasar bayi.”

“Ck. I can even make a baby.”

“Wait, what?”

Bruk!!

Langit mendorongnya ke atas kasur. Ia sempat bingung untuk beberapa saat. Kini posisi Langit tepat di atas tubuh gadisnya yang ringkih, dengan tangan kanan yang menopang tubuhnya pada sebuah besi tepi ranjang berwarna putih.

“L-langit?”

“Wanna have some?”

“What some?”

“A baby.”

Cup!

Jelas sudah kala itu Biru membulatkan matanya. Langit yang menyaksikan hanya tersenyum menang.

“Biar aku yang memimpin malam ini. Kamu cukup nikmatin aja.”

“I'm scared, it's my first time.”

Ada kekhawatiran dalam mata Biru, Hati Langit terenyuh tak tega. Namun ia harus melakukan ini.

Diusapnya pipi lembut sang gadis, ia berusaha meyakinkan dengan hati-hati.

“Aku janji bakalan main pelan.”

“Janji?”

“Iya, Biru. Aku janji.”

Seorang Pria dewasa yang penuh wibawa dan tegas di kantornya, bejanji untuk bersikap lembut pada sang belahan jiwa di atas ranjang. Ini cukup mengharukan.

Aroma lembut vanilla bersama redupnya lilin yang menjadi satu-satunya pencahayaan malam itu menambah kesan hangat dan romantis bagi pasangan yang kini tengah bercumbu.

Dengan posisi yang masih sama, Langit memulai permainan dengan sentuhan-sentuhan kecil yang berhasil menghantarkan sinyal pada sang empunya.

Satu gigitan kecil pada bibir bawah sang gadis berhasil memberinya jalan masuk untuk menikmati lebih dalam.

Tangannya tak tinggal diam, sibuk menyapu kulit di balik bathrobe yang biru kenakan.

“Umhm.” Satu lenguhan berhasil lolos dari mulut Biru. Dengan instingnya sebagai Pria dewasa, libidonya berhasil memuncak bagai sang alpha yang menemukan omeganya.

Langit melepaskan pautan bibir mereka. Ia melepas kaos yang menempel pada tubuhnya, juga celana training yang ia kenakan lantas kembali ke posisi semula.

Jujur, Biru masih malu menyaksikan tubuh Langit yang sempurna adanya. Terlebih pada ukiran papan cuci di atas perutnya. Dengan reflek Biru menyentuh otot perut yang ia kagumi itu.

“Suka? Kenapa ga dari dulu kamu sentuh?” Tanya Langit.

“Jangan tanya! Aku malu.”

Langit terkekeh. Ia dekatkan wajahnya pada wajah perempuan di hadapannya.

“Kalau gitu, biar aku yang menyentuhmu terlebih dahulu.”

Langit menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Biru, menghiasinya dengan kecupan yang berhasil meninggalkan jejak. Tangan kirinya bermain pada sebuah bongkahan kembar hingga berhasil meloloskan desahan kecil dari sang empunya. Biru yang tak mau kalah mulai melancarkan aksinya. Tangannya bergerak pada area sensitif milik Langit di bawah sana. Langit yang tak menduga kini merubah intonasi suaranya menjadi sedikit serak dan lebih berat dari sebelumnya. Langit menegakkan tubuhnya di atas Biru. Pandangannya sayu juga penuh hasrat.

“Biru, aku ga tahan. Let's make a baby.”

Biru mengangguk.

Dengan gesit, Langit melucuti bathrobe yang Biru kenakan. Kini kondisi mereka seperti bayi yang baru lahir. Polos tanpa ada sehelaipun benang yang menutupi. Saling menyentuh dan bercumbu, menyapu sekujur tubuh hingga meninggalkan banyak jejak.

“Ughhh, L-langit sakit.”

“I'm sorry babe, mau stop aja?”

“No. Do it slowly.”

“As you want, babe.”

Rintihan kecil berhasil menghiasi malam hingga pada saat dimana mereka berhasil menyatu dan memulai permainan inti. Biru sempat kewalahan menerima Langit pada tubuhnya, namun Langit berusaha untuk menyeimbangi hal itu. Rintihan sakit berganti desahan penuh kenikmatan. Keduanya menghabiskan malam panas dengan baik dan penuh rasa cinta.

Dua jam sekian telah berlalu. Langit mengeratkan genggamannya pada tangan Biru. Mengekspresikan segala kenikmatan yang kini tengah menguasainya. Darahnya kian berdesir panas hingga mencapai pada titik klimaks.

“Argh. Baby, i will cum.”

“Mhmcum inside me.”

Langit mencapai putihnya. Lalu ia memeluk sang istri dari belakang.

“Biru, thank you so much.”

“Langit, aku mencintaimu.”

“Biru, aku mencintaimu. Banget pangkat tiga.”

Di bawah atap kaca dengan pemandangan langit malam bertabur bintang, keduanya menikmati kehangatan dan ketenangan malam spesial itu. Malam yang tidak akan terlupakan.

“Hmm, Biru.”

“Hmm?”

“Rambut kamu wangi, pakai shampoo apa?”

“Pakai yang biasa kok, kenapa? Mau pakai juga? Hahahaa”

“Hahaa kayaknya aku mau ganti shampoo deh. Rontok banget.”

Hening sejenak.

Biru merubah posisinya menjadi saling berhadapan satu sama lain.

“Awas botak.”

“Hahahaaa, kalaupun botak, aku tetep ganteng.”

Tawa langit kala itu mengundang senyum penuh arti milik Biru.

“Mau aku pinjamkan rambutku?” Tanya Biru.

Langit menggelengkan kepala.

“Engga ah.”

“Hahaa, kenapa?”

“Sejujurnya, rambut kamu ga terlalu bagus.”

“Cih.” Biru terkekeh.

“Tapi gapapa, soalnya kamu cantik.”

“Hmm, mulai deh gombalnya.”

“Hahahaa— Mau mulai sesi deep talk?”

Biru mengangguk.

“Ayo.”


. . . To be continued. . . . —Zhi

Golden University | 8:50 p.m

image


“Good luck, bro!” “Thanks.” Begitulah dialog singkat antara Nathan dan Hasan sebelum Hasan turun dari panggung.

Suasana aula riuh oleh suara penonton yang penuh rasa kejut. Semuanya pasti bertanya-tanya, mengapa orang ini bisa berada di sini? Di kampus ini, di atas panggung aula. Apa karena putranya yang berada di sini? Tapi alasan tersebut tidak cukup logis. Semuanya masih menjadi misteri bagi para penonton.

Duk Duk! Suara microfon diketuk.

“Selamat malam, semuanya.”

“Selamat malam.” Sahut para penonton.

“Pasti kalian senyuma bertanya-tanya maksud kehadiran saya di sini haha. Bukan, ini bukan kunjungan pribadi. Ini masih tugas negara.”

Para penonton terlihat saling berbisik dengan tenang.

“Bagi rakyat Hira pasti sudah tau siapa saya, namun rakyat Torch belum tentu tau siapa saya. Perkenalkan, saya Stuart Pollo, Perdana Menteri kerajaan Hira.”

image

Tepuk tangan meriah kembali mengisi ruangan.

“Saya hadir di sini sebagai perwakilan dari Yang mulia Raja Simon. Ada berita besar yang harus negara ketahui sekarang juga.”

PM yang saat itu berdiri tegap menghadap penonton, kini menghadapkan tubuhnya pada Nathan dan Kiera di sisi kirinya. Gestur tubuhnya menunjukan bahwa ia sedang memberi hormat pada anggota kerajaan. Hening seisi ruangan.

“Sesuai dengan peraturan resmi kedua kerajaan, dimana para anggota kerajaan yaitu Pangeran dan Putri diharuskan untuk menyelesaikan studi mereka terlebih dahulu sebelum menunjukan diri ke hadapan publik. Hari ini, tepat setelah kelulusan, saya umumkan sosok Pangeran dari Kerajaan Hira, Nathaniel Hudson dan Putri dari kerajaan Torch yang mana menjadi tunangan Pangeran Nathaniel, Kiera Miller. Beri hormat pada Yang Mulia.”

Seluruh penonton juga Teressa yang menyaksikan pengakuan tersebut menunjukan air muka yang penuh rasa kejut, namun tidak ada kerusuhan di sana. Justru seluruh orang di aula tersebut serentak berdiri. Para pria menunduk hormat dan para wanita melakukan gerakan curtsy.

“God bless the royal family.” Sebuah salam dan penghormatan untuk anggota kerajaan memenuhi rungu Nathan dan Kiera. Flash kamera milik staff menerpa wajah keduanya. Artikel akan face reveal dipastikan akan rilis malam ini juga.

Sang Pangeran dan Putri memerima salam tersebut, lalu para penonton kembali duduk setelah di perintahkan untuk duduk oleh Nathan.

Song recommendation : https://open.spotify.com/track/5Nb7LxV9voRG5uNr72Hiwj?si=vKeLPE6mS3GA0yDk8_qGGQ&utm_source=copy-link

Nathan angkat bicara. “Selamat malam semuanya.”

“Selamat malam, Pangeran.”

“Kini semua pertanyaan mengenai status Saya terjawab sudah. Dan pertunangan antara Saya dan Tuan Putri Kiera baru dilakukan di istana, belum di hadapan publik. Karena itu Saya akan melakukannya di sini.”

Ada keterkejutan pada air muka Kiera. Jujur, ia tidak tahu mengenai hal ini. Yang ia tahu hanya mengenai face reveal mereka berdua. Mungkin ini rencana pribadi Nathan.

Nathan berdiri menghadap Kiera, ada senyum manis terulas pada bibirnya. Tangannya diam-diam merogoh saku jas yang ia kenakan dan mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam sana.

Tumit kirinya bersentuhan dengan teras panggung, bertumpu pada kaki kanan yang membentuk sudut sekian derajat. Dibukanya kotak berwarna navy tersebut dan menampilkan sebuah cincin berlian yang berkilau di bawah cahaya lampu.

“Atas nama kerajaan, juga atas dasar cinta di dalamnya. Saya, Pangeran mahkota dari kerajaan Hira, Nathaniel Hudson, melamar tuan Putri Kiera Miller dari kerajaan Torch untuk menjadi istri. Maukah engkau menjadi istri sekaligus Ratu bagiku dan kerajaanku?”

Deg!!

Ini sungguh di luar dugaan. Nathan berani melakukan ini di hadapan rakyat dan media. Dua negara akan tahu hal ini. Ada desir kehangatan juga rasa pilu dalam hatinya. Bagai panggilan, Kiera menoleh ke arah meja di mana teman-temannya berada. Mereka semua tersenyum hangat, tanpa terkecuali. Dan itu membuat hatinya semakin teriris. Dilihatnya sang Pangeran yang masih setia menunggu, air matanya tak dapat dibendung lagi. Satu tetes berhasil lepas meluncur ke teras panggung namun satu hal lagi yang membuatnya terkejut. Air mata itu jatuh pada telapak tangan kiri Nathan. Nathan menggelengkan kepala. Kiera menangkap pesan yang Nathan maksud. Lalu ia mengangguk sebagai jawaban atas lamaran yang ia terima.

Seluruh penonton bertepuk tangan tanpa terkecuali. Bahkan Hasan bersorak meriah disusul sorakan dari penghuni kamar 007.

Dikenakannya cincin itu pada sang pemilik. Rasmi sudah hubungan mereka. Di hadapan teman dan rakyatnya. Ia tunjukan perasaannya pada sang pujaan hati. Walau ia tahu, ada sosok lain dalam hati sang Putri.

Tanpa mengurangi rasa hormat, biar aku yang mengisi hatimu, dan aku percaya hari itu akan datang. Lihat aku wahai Putri, ada aku yang selalu menunggumu di sini. Di sampingmu.

image


. . . To be continued. . . . —Zhi

Golden University | 08:30 p.m

image


“Ladies and Gentleman, Welcome to Golden prom night 2023. Selamat untuk kalian semua yang telah melepas status sebagai Mahasiswa dan Mahasiswi. Tepuk tangan untuk kita semua.”

image

Prok Prok Prok Prok Prok Prok

“Di malam special ini, akan banyak kejutan yang menanti kita semua. Tapi pertama-tama kita umumkan who will be the prom King and Queen this time?”

“Wooooohhh!! Bukan gue dong pastinyaaa!” “Hasan! MC lagi ngomong jangan teriak gitu ah!” “Yaelah beb biar meriah ini tuh.” “Biyir miriyih ini tih. Emang dasarnya kamu yang doyan ribut!” “Huh? Ngajak ribut di sini?” “Oh nantangin? Ayo siapa takut! Ribut di atas panggung juga jadi nih gua atlet gulat asal lo tau.”

“Permisi tuan dan nona yang di sana? Harap tenang dulu ya, sekarang kita mau pengumuman.” Ujar sang MC.

“Elo sih, San!” “Yaampun beb kamu panggilnya kamu ih masih aja elo eloan.”

“Ren, temen lo tuh.” “Siapa deh? Temen lo kali, Na.” Keduanya menggelengkan kepala.

Kini mereka bertujuh duduk pada kursi dengan meja bundar yang telah ditata rapih dengan taplak lembut berwarna putih beserta lilin di atasnya. Urutan duduk dari kiri ke kanan yaitu Jeremmy, Marco, Rendy, Kiera, Nathaniel, Hasan dan kekasihnya.

image

“Pasangan lo mana, Ren?” Tanya Kiera. “Mana ya? Lupa tadi misah.” “Kok ngga lo cari?” Tanya Nathan. “Soalnya bukan prioritas.” Sahut Hasan. “Lo bisa diem ga?” “Galak bener, Ren. Gue kan cuma bicara sesuai fakta.” “Kalian semua tenang dulu. Lihat layar di depan mau nampilin hasil vote.” Ucap Jeremmy, kini atensi semua orang tertuju pada layar yang sedang memutar nama-nama yang telah masuk ke dalam nominasi calon Raja dan Ratu prom malam ini.

Mesin vote terus berputar dengan backsound drum yang menambah ketegangan semua orang di sana.

“We proudly present, the King and Queen of prom night 2023. Congratulations to Nathaniel and Kiera for being chosen as King and Queen of the prom tonight. Please come up on stage. Beri tepuk tangan yang meriah!”

“OH MY GOD?! TEMEN GUE KEPILIH?” “Siiist! Lo kepilih gila bangga ga bangga ga? Bangga dong pastinyaaa.”

“Congrats bro.” “Thanks, Mark.”

“Congrats, Ra. Populer banget lo pasti sampe bisa jadi prom Queen.”

“Hahahahaaa.”

“Emang udah takdirnya Kiera jadi Ratu.” Ujar Nathan.

Rendy tersenyum menanggapi.

“Iya deh takdir, dah sana naik ditungguin noh sama MC.”

Kini Nathan dan Kiera melangkah menuju panggung disertai tepuk tangan yang begitu meriah hingga suaranya memenuhi gedung aula utama kampus ini.

“And for the couple with the second most votes who will be the Prince and Princess of tonight's prom is—”

“Selamat untuk Hasan dan Teresa yang terpilih menjadi Pangeran dan Putri prom malam ini. Silahkan untuk naik ke panggung. Beri tepuk tangan yang meriah.”

“HAH???” “Hasan! Kok nama kita kepilih?!” “Mana aku tau beb, ternyata kita populer.” “Kamu yang populer. Aku kan diem aja.” “Heh, kalian berdua lupa pernah keciduk pelukan di belakang kampus terus masuk base?” Ujar Rendy.

“Udah sana naik ke panggung.” “Ih Marco dingin banget sih.” “Dek sana naik.” “Gue kembaran lo. Selamatin kek.” “Iya, Congrats.”


“Na, ini manipulasi bukan?” Bisik Kiera. “Aku juga ga tau, kita tanya aja nanti.”

Kini empat nama yang terlilih telah berdiri di atas panggung. Keempatnya terlihat memukau dan serasi dengan pasangannya masing-masing. Satu pasangan berpikir apakah ini manipulasi, dan pasangan lainnya menahan tawa karena tidak menyangka bisa berada di sana.

Para panitia naik ke atas panggung dengan nampan berwarna emas yang membawa sebuah mahkota dan selempang khas malam prom.

Raja dan Ratu prom yang pertama diberi mahkota dan selempang, selanjutnya disusul oleh Pangeran dan Putri prom.

Panitia kembali turun setelah selesai melakukan tugasnya. Acara kembali dibawa oleh MC yang kali ini memberikan selamat juga pertanyaan mengenai perasaan empat orang di hadapannya.

“Pertama-tama, kita tanyakan dulu pada Pangeran dan Putri prom malam ini. Bagaimana perasaan dan tanggapan kalian mengenai hasil vote hingga berhasil menjadi Pangeran dan Putri prom?” Tanya MC.

MC memberikan mic pada Hasan.

“Cek, cek. Ekhm. Terimakasih atas suara kalian, pasti kalian semua penasaran sama status kita kan? Soal foto di base waktu itu saya alasan kalau kita sebenernya lagi latihan gulat, padahal emang bener kita lagi pelukan. Dan ya, kita pacaran.” Ucapan Hasan kala itu disambut banyak tepuk tangan dan sorakan meriah para penonton, juga tatapan tajam Teressa dari sisi kirinya. Ia kaget karena go publik dengan cara seperti ini. Bahkan Jeremmy sang kembaran hanya menggelengkan kepala di atas kursinya.

“Wow! Hot topic malam ini putra tunggal pewaris perusahaan Apple go publik mengenai hubungan asmaranya dengan putri dokter kerajaan. Tapi bukankah kalian beda kerajaan?”

Kini Teressa yang angkat bicara.

“Iya beda, kalian semua tau kalo sampai sekarang hal itu dilarang. Tapi kalau Pangeran dan Putri berhasil menikah, ada kemungkinan kalau larangan itu akan dicabut bukan?”

Teressa kembali menyerahkan mic kepada MC.

“Okay, mari kita semua berdoa agar ikatan perdamaian ini terwujud dengan lancar ya. So, sekarang mari kita beralih pada Raja dan Ratu prom malam ini. Bagaimana perasaan dan tanggapan kalian mengenai status kalian malam ini?” Ujar MC seraya memberikan mic pada Nathaniel.

“Terimakasih atas suara yang telah kalian berikan hingga kami bisa mendapat penghargaan istimewa ini. Saya sendiri tidak menyangka, bahkan Kiera juga terkejut tadi.”

Nathan menyerahkan mic pada Kiera.

“Terimakasih banyak untuk semuanya. Saya penasaran, apa yang membuat kalian memilih kita berdua?” Tanya Kiera pada penonton.

Para penonton terlihat berbicara pada orang-orang disampingnya. Hingga ada salah satu penonton yang berdiri dan mengacungkan tangan. Penonton dipersilahkan bicara dan diberi mic oleh panitia yang berada di bawah panggung.

“Dilihat dari ramainya kabar di Twitter kemarin, banyak orang penasaran dengan status Nathaniel. Juga di kampus kita hubungan kalian sempat jadi hot topic karena Nathan yang manggil Kiera dengan Princess, belum ada konfirmasi juga apakah kalian pacaran karna gaada yang nyebut pacar juga komentar Jeremmy di tweet Rendy yang bilang kalo Nathan sibuk terus nanti ketikung padahal Rendy itu kembaran Kiera. Menurut saya begitu, semoga malam ini terjawab. Terimakasih.”

Tepuk tangan kembali mengisi ruangan aula. Banyak yang sependapat dengan pernyataan tadi. Hasan yang mendengar hanya terkekeh, sedangkan Nathan dan Kiera saling memandang satu sama lain lalu mengangguk seolah bertelepati.

Nathan angkat bicara.

“Kami tidak pacaran.”

Seisi aula ramai dengan keterkejutan penonton. Banyak yang terheran-heran juga merasa tidak nyangka.

“Tapi kita tunangan.”

Tepuk tangan kembali terdengar meriah.

Giliran Kiera yang angkat bicara.

“Mengenai status kami berdua, akan kami luruskan malam ini juga.”

Seseorang dengan setelan hitam mewahnya muncul dari bawah panggung. Semua penonton terheran saat MC turun ke bawah. Dan posisinya diganti oleh orang dengan setelan hitam itu.

“San, dia—” “Ayo turun beb, udah waktunya.” “Maksud ka—” Hasan menarik Teressa turun ke bawah panggung dan kembali duduk ke tempatnya semula. Sebelum turun, ia sempat berpesan pada Nathan.

“Good luck, bro!”


. . . To be continued. . . . —Zhi.

Song recommendation : https://open.spotify.com/track/5Mu3n2L96MX1lU2EHqnD7p?si=gOSP0KkeRyi2T7Pm-NKkRQ&utm_source=copy-link

D-3 PROM NIGHT Flower Garden : 3:15 p.m

image


Angin sejuk membelai rambut, aroma bunga mengiasi taman yang kala itu sepi. Hanya ada mereka berdua, karena letaknya yang cukup jauh dari kota. Sengaja dibuat untuk siapapun yang butuh ketenangan.

“Rendy.”

“Kenapa?”

“Kata Nathan, janji itu sakral. Menurut lo gimana?”

“Pangeran bilang gitu?” Tanya Rendy dan dibalas sebuah anggukan dari Kiera.

“Hmm.... Iya, karena harus ditepati.”

“Lo pernah buat janji? Bukan janji ketemuan gitu, like... Janji yang punya tempat tersendiri bahkan bikin lo berusaha keras buat nepatin itu.”

Ada jeda selama beberapa detik sebelum Rendy menjawab.

“Ada.”

“Janji apa?”

“Kiera.”

“Ya?”

Laki-laki itu menoleh ke arah sang Putri yang sedang duduk di atas sebuah batu besar di tengah taman. Dua pasang mata saling menatap, berusaha membaca satu sama lain.

“Kamu tahu? Selain sakral, janji itu sifatnya rahasia. Hanya si pengikat yang boleh tau detailnya. Bahkan janji sebuah pertemuan besar-pun bisa bersifat rahasia.”

“Hhhhhh.. Ternyata janji itu bukan cuma sekedar kalimat ya–ADUH! Kok lo noyor kepala gue?!”

“Ck. Makanya, jangan sembarangan ngomong. Biar gue kasi tau sesuatu.”

Air muka yang semula ditekuk, kini memudar diganti sebuah keseriusan, pertanda ia akan menyimak petuah dari sahabatnya itu.

“Jangan membuat keputusan di kala marah, dan jangan membuat janji di kala sedang bergembira.”

Ada bayangan pada manik laki-laki itu. Sepasang mata yang jernih. Siapapun yang menatapnya akan tenggelam dalam ketenangan. Begitulah pikir Kiera.

Gemercik air terdengar diantara keheningan.

“Ren.”

“Apa lagi?”

“Gue penasaran sama sesuatu.”

“Apa?”

Kiera yang tadi berjongkok seraya mengambil foto bunga, kini berdiri menghadap Rendy yang sedari tadi berdiri sembari menengadah menatap langit sore.

“Tatap mata gue.”

“Ga jelas.” Ucap Rendy, namun ia tetap mengikuti mau sang Putri. Hingga pada akhirnya mereka saling berhadapan, menatap satu sama lain.

“Lo pernah jatuh cinta?”

Deg!!

Ada sebuah getaran pada matanya. Kiera melihat itu. Namun tak lama, air muka Rendy kembali tenang. Namun mata tidak pernah bohong. Ada sorot sendu di dalam sana.

“Pernah, sama Mama Papa, sama si kuning juga.”

“Rendy, Please! Bukan orang tua atau benda kaya mobil lo. Tapi orang lain, dalam konteks as a lover.”

Hening kemudian.

“I think, gue ga pernah ngerasain hal itu.”

“Serius?”

“Uhm.”

“Bohong.”

“Engga.”

Merasa tidak puas dengan jawaban Rendy, Kiera-pun melangkah maju.

Dep.

“L-lo ngapain?!”

“Mendeteksi kebohongan.”

Kiera meletakkan telapak tangan kanannya pada dada kiri milik Rendy. Berusaha merasakan degup yang hadir di dalam sana. Namun tak berlangsung lama, Rendy lagi-lagi menoyor kening sang Putri hingga terdorong ke belakang dan menjauhkan tangan itu dari tubuhnya.

“Jangan aneh-aneh.”

“Cih.” Tawa keduanya mengisi kesunyian, menyatu bersama gemercik air dari sungai. Namun di sisi lain, Kiera tau, ada hal lain yang menggerakkan sahabatnya itu.

Eyes never lie, Rendy.

. . . To be continued . . . —Zhi

Putar lagu+baca terjemahan liriknya (Kiera's POV) https://www.drakorlovers.com/2016/10/lirik-dan-terjemah-lagu-baek-ah-yeon.html?m=1

Golden Cafe (12:18 p.m)

“Na, aku ke toilet sebentar.”

“Mau aku antar?”

“Hahaha engga, aku bukan anak kecil.”

“Tau jalannya kan?”

“Ada petunjuknya, Na.”

“Hm, okay.”

Kiera pun pergi ke toilet dan meninggalkan Nathan di tempat. Baru satu menit dalam keheningan, suara notifikasi muncul dari ponsel di hadapannya. Tangannya reflek mengambil ponsel tersebut dan membaca isi notifikasi tanpa perlu membuka pesannya.

“Ah palingan Marco atau Yang mulia.” Begitulah pikirnya. Namun ia salah. Maniknya menangkap nama yang asing bersama isi pesan yang berhasil meruntuhkan segalanya. Lelahnya baru saja hilang diterpa angin, namun kembali hadir menyelimuti. Nathan hanya tersenyum penuh arti menanggapi. Karena memang tidak ada lagi yang dapat ia lakukan. Ponsel tersebut kembali ia letakkan ke atas meja sebelum si pemilik hadir menangkap basah dirinya yang telah lancang membaca pesan orang lain.

Enam menit berlalu sejak kepergian sang Putri ke toilet, namun perempuan itu tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Nathan berniat menyusulnya ke toilet namun urung saat sosok yang ditunggu muncul dari ambang pintu kafe.

“Udah selesai?”

“Hmm, udah. Tadi Rendy ke sini?”

“Hah? Engga tuh? Emangnya kamu lihat Rendy?”

“Tadi aku lihat Rendy keluar, apa aku salah lihat ya?”

“Rendy ga mungkin kesini, Ra.”

“Iya sih palingan udah tidur atau sibuk sama tugas asdos.”

“Pulang yuk, udah mau pagi.”

“Eh? Sekarang?”

“Iya, pasti Teressa nungguin kamu. Biar aku antar sampai depan dorm. Aku ga terima penolakan.”

“O-okay.”