Wedding Gown
Song recommendation: https://open.spotify.com/track/7ofesKe179DXx8QLaprNNp?si=IMPzbHi-QRCVyeC0ED924g&utm_source=copy-link&dl_branch=1
Tuesday, Desember 03 2023 10:45 a.m
Detik demi detik berlalu, ditemani alunan suara jam dinding yang berdetak. Di bawah kilauan cahaya lampu, di atas kursi ia duduk.
“Pangeran, Tuan Putri telah memilih gaunnya.”
“Oh benarkah?”
“Sebentar lagi tuan Putri akan keluar.”
Sang Pangeran mengangguk mengiyakan. Masih dengan posisinya, ekor matanya menangkap sosok Mark yang berjalan mundur dari sisinya tadi. Degup jantungnya tidak bisa berbohong, dengan susah payah ia mengatur napasnya agar tidak terlihat kacau.
Tuk, Tuk, Tuk.
“Jantungku, jangan bersikap bodoh.” Batinnya.
Derit pintu terdengar, sosok yang dinanti hadir.
Ia alihkan pandangannya pada teras kotak-kotak menuju sosok perempuan yang baru saja muncul, berbalut gaun putih bersih rancangan designer khusus keluarga kerajaan.
Bagai slow motion, perempuan itu berjalan penuh kehati-hatian, disinari cahaya lampu yang menambah kesan hangat juga kecantikannya.
Bibirnya kelu, terpesona bak tenggelam dalam nyanyian siren.
”...Pangeran? Cepat sadar atau kau akan aku tampar.” Ujar sang asisten menyadarkannya dari dunianya sendiri.
“Ah? Oh? Kau bilang apa, Mark?”
“Huh. Cepat beri pujian, dimana jiwa lelakimu?”
“Hey! Alihkan pandanganmu dari calon istriku. Kembali ke tempatmu atau kau akan selamanya membujang.”
Mark melangkah kembali ke tempatnya, tentu saja dengan sebuah umpatan sebagai penutup dialog mereka.
Nathaniel kembali fokus pada sang Putri. Ia sambut dengan senyuman hangat juga salam hormat dengan meletakkan tangan kanan di atas dada kirinya.
“Sebuah kehormatan melihat sosokmu dengan gaun cantik ini, Princess.” Ujar Nathan dibalas tawa kecil dari Kiera.
“Apa aku cocok dengan gaun ini?” Tanya Kiera.
“Tentu saja cocok. Kau terlihat cantik dengan balutan busana apapun. Tidak ada yang dapat melunturkan kecantikanmu.”
*“Hahahaa, kamu itu memang paling handal soal merayu.
“Di dunia ini hanya ada dua wanita yang aku rayu. Tentu kamu tahu siapa mereka.”
“Hmm...Biar aku tebak, aku dan bundamu?”
“Nilai sempurna untuk sosok yang sempurna.”
Nathan berjalan mendekat, memotong jarak.
“Semesta baik sekali ya, menjadikanmu pasanganku di tengah kejamnya dunia.”
DEG!
Bak rona kelopak mawar, kedua pipi sang Putri bersemu merah hanya dengan pujian tersebut. Suatu ketika Kiera pernah berkata,
“Kalimat yang Nathan ucapkan bisa mengalahkan manisnya gulali di seluruh dunia.” Dan benar adanya.
“Kau juga terlihat bersinar dengan busana itu.” Ujar Kiera.
“Aku tahu. Aku memang selalu bersinar bukan?”
Hhhh... Seharusnya ia tahu, rasa percaya diri seorang Nathaniel bisa menembus cakrawala. Ia harus tahan dengan hal itu, mengingat tidak lama lagi mereka akan menjadi pasangan suami istri.
“Pangeran, mobil telah siap.”
“Oh? Sudah waktunya ya? Baiklah, apa kau ikut denganku, Mark?”
“Tidak, aku harus mengurus semua administrasi dan mengatur janji dengan sekretaris Mina. Anda harus segera menghadiri rapat dengan para pejabat. Saya akan tiba di Hira nanti malam.”
“Alright then. Atur semuanya dengan baik. Aku harus pamit dengan calon istriku terlebih dahulu.”
“Princess.”
“Oh? Na? Astaga kerahmu berantakan. Kemari, biar aku rapihkan.”
“Benarkah?” Dilihatnya jas yang ia kenakan. Dengan sigap, tangan mungil sang Putri merapihkan kerah jas tersebut hingga rapih.
“Terimakasih.”
“Sama-sama. Kau harus terlihat rapih kapanpun dan di manapun, jadi perhatikan fashionmu.”
“Apa di hadapanmu aku harus terikat peraturan tersebut?” Tanya Nathan.
Terbesit sebuah ingatan pilu dalam kepalanya. Ia tepis ingatan tersebut dengan berat hati.
“Kau bisa lepaskan segalanya di hadapanku. Jadilah dirimu sendiri.”
“Wah wah, kalimatmu sungguh indah, Princess.”
Begitu pula sang penciptanya. Ia sungguh indah, melebihi gemerlap bulan purnama.
“Aku harus segera kembali ke kerajaanku.”
“Benarkah? Secepat itu? Eum...Maksudku, apa tidak istirahat terlebih dulu? Kau pasti lelah bukan?”
“Kalau aku sudah jadi Raja, aku bisa membatalkan rapat kapanpun kamu mau. Tapi sekarang aku masih seorang Pangeran.”
“Don't do that! Rapat tidak boleh sembarangan dibatalkan.”
“Hahaha, kau tahu bukan, aku akan memenuhi segala keinginanmu.”
“Kalau begitu kau harus bergegas pergi sekarang juga, Pangeran.”
“Yaaa, baiklah kalau itu maumu. Aku pamit undur diri dari hadapanmu, calon ratuku.”
Kiera mengangguk mengiyakan, dilihatnya punggung luas tersebut berbalik dan melangkah pergi. Namun baru beberapa langkah, sang Pangeran kembali ke tempat semula.
“Ada apa?”
“Tanpa mengurangi rasa hormat, boleh aku memelukmu?”
“Lagi-lagi kalimat itu. Kemari.”
Didekap tubuh yang lebih mungil darinya ke dalam pelukannya. Rasanya berat ketika harus berpisah, mengingat seberapa sulitnya mereka bertemu.
Di sisi lain,
“Tundukan pandanganmu, sekretaris Mark.”
“Aku sudah terbiasa dengan hal ini. Mereka temanku.”
“Bodoh, kau ini sedang bertugas. Ingat posisimu.”
“Excuse me? Kau baru saja menyebutku bodoh? Benar begitu, sekretaris Mina?”
“Aku hanya mengatakan kebenaran. Jadi sekarang, tundukkan kepalamu atau aku yang akan menundukkannya.”
“Ck. Dasar wanita aneh.”
“Kau menyebutku aneh?!”
“Pelankan suaramu atau aku yang akan membuatmu diam.”
“I like your scent.” Ujar Kiera.
“Kamu masih ingat parfumku?”
“Entahlah, aku tidak bisa lupa. Aromanya cocok untukmu.”
Kini keadaannya berbalik, giliran Nathan yang merasakan serangan mutlak dari manisnya kalimat sang pujaan hati.
“Hey, jantungmu berdegup kencang. Apa kamu baru saja tersipu?” Ujar Kiera tanpa melepas pelukannya karena tidak diizinkan.
“Jantungku selalu berdegup kencang saat di dekatmu kau tahu? Dengarkan saja, siapa tahu kau akan merindukan suaranya.”
Kiera sungguh melakukan apa yang Nathan bilang. Atas kemaunnya juga tentunya. Didengarnya suara samar dari dalam sana. Bagai madan magnet, entah mengapa, jantungnya seperti menerima sinyal dan ikut berdegup kencang mendengarnya. Ia tidak ingin Nathan merasakan itu, jadi ia memilih untuk segera mengakhiri sesi pelukan tersebut.
“Raja menunggumu, aku bisa mendengarkannya di lain waktu.”
Nathan tersenyum.
“Iya. Kalau begitu, sampai nanti Princess.”
Cup!
Kecupan singkat nan manis mendarat pada keningnya.
“Aku akan menelfonmu, jadi tolong diangkat, oke?”
“Kamu yang sering ngeghosting, Pangeran.”
“Iyaa, aku minta maaf untuk itu. Oh iya, Rendy berpesan agar kamu selalu menjaga kesehatan.”
“Benarkah? Rendy sungguh bilang begitu?”
Tidak, itu pesan dariku. Aku hanya ingin membuatmu senang jadi aku berkata demikian.
“Iya. Kalau begitu, sampai nanti.”
“Hati-hati Pangeran, aku akan menunggu telfon darimu.”
Kemudian punggung itu hilang di balik pintu. Menyisakan aroma parfum yang masih melekat pada ingatan juga batin yang terus berkecamuk.
. .
Lupakan Rendy dan lihat Nathaniel.
. .
. . . To be continued. . . . —Zhi.