First Love
City Garden, Torch Kingdom | July, 23 2023 | 4:30 p.m
song recommendation : https://open.spotify.com/track/7EBnhmiVuuIz3p4SfKUG7V?si=g5G-huAsRMOR6HE-UhFDig&utm_source=copy-link&dl_branch=1 (repeat)
Deru angin menerpa wajah, membawa rindu menjadi satu. Duduk pada kursi kayu milik taman kota, di bawah langit musim panas dengan kicau burung yang menemani. Laki-laki itu duduk menanti sosok perempuan yang ia rindukan selama beberapa bulan ini. Semua ini tidak lain karena padatnya keseharian yang membuat ia dan teman-temannya sulit untuk berjumpa.
Lima belas menit berlalu, ia masih setia menanti.
“Rendy?”
Rungunya menyadarkan ia yang tengah memejamkan mata. Semburat sinar menyambutnya dari luar sana. Matanya mengerjap perlahan, sosok itu perlahan menjelas. Lega rasanya. Melihat sosok yang dirindukan datang melepas segala lelahnya dengan senyuman hangat sehangat mentari pagi.
“Sudah dilepas?”
“Uhm.” Perempuan itu mengangguk.
“Mau berkeliling atau duduk?”
“Berkeliling.”
“As you want. Princess”
“Ren, bukankah ini deja vu?”
“Hahaaa, gue pikir lo lupa.”
Kiera menghentikan langkahnya.
“Boleh aku meminta satu permohonan?”
“Apa?”
“Aku-Kamu. Ayo kita pakai itu hari ini.”
“Hahahaa ada-ada aja.”
“Aku serius, Rendy.”
Rendy terdiam. Ia melihat keseriusan pada manik sang Putri. Lalu tersenyum.
“Iya, aku kabulkan permintaan kamu.”
“Ahahahaaa lucu banget!!”
“Ga ada yang lucu?” Rendy terheran.
“Ada, kamu.”
'Kiera, aku mohon jangan begini.'
Tidak ada respon dari Rendy.
“Papa, Mama baik?”
“Baik, Raja sama Ratu gimana?”
“So so, penuh aturan dan sibuk. Tapi sehat kok.”
“Kamu boleh keluar istana kaya gini?”
Kala itu, Kiera mengenakan outfit casual dengan celana jeans yang mana peraturan seorang Putri yakni tidak diperbolehkan mengenakan celana jeans, kecuali untuk hal khusus.
“Aku ancam pengawal dan ganti di tengah jalan.”
“Hahahaaa kamu ini bandel banget.”
“Kan kata kamu aku boleh jadi diri sendiri? Jadi aku lepas aturan itu. Gapapa kan?”
Rendy tersenyum.
“Iya, kamu boleh lepas semuanya di depan aku. Aku bukan siapa-siapa jadi kamu ga perlu khawatir.”
“Eh, Ren! Remember? Waktu SMA kita pernah kesini di musim semi?”
“Mana mungkin aku lupa? Fotonya juga masih aku simpan.”
“Really? Aku pikir kamu ga foto-foto deh? Kan aku selfie sendiri?”
'Sial.'
“Ek-hem. O-oh? Itu aku moto bunga lah. Langitnya juga kan bagus, masa iya ga aku foto.”
“Kamu ga diem-diem moto aku kan?”
“Dih? Jangan geer. Menuh-menuhin memori ponsel aja.”
“Tapi kita kan pake kamera digital?”
“Ah udahlah pokonya aku moto yang indah-indah aja.”
“Iya deh iya sensi bener.”
Satu jam berlalu. Di bawah langit sore, menatap senja yang mulai hadir. Mereka duduk pada hijaunya rumput musim panas. Penatnya hilang berganti kehangatan. Hingga detik ini Rendy masih mengikuti peraturan dimana tidak boleh menyentuh bangsawan. Baginya, hanya melihatnya saja sudah cukup. Ia tidak boleh lupa, gadis ini milik sahabatnya. Sahabatnya yang seorang Pangeran. Tentu mereka lebih pantas untuk bersanding di pelaminan.
“Cantik.”
“Kenapa, Ren?”
“Langitnya cantik.”
“O-oh? Iya.”
“Ki.”
“Hm?”
“Kamu sama Nathan–”
“Dia belum balas pesanku selama sepekan.” Ucap Kiera.
Rendy terkejut namun berusaha tenang. Ia harus netral. Dua orang itu sahabatnya. Ia harus menjadi penghubung antar keduanya.
“Kiera... Kamu tahu betapa sibuknya keluarga kerajaan. Bahkan, kamu sendiri capek bukan? Nathan juga pasti terlalu sibuk. Jadi kamu harus sabar, ya? Hmm?”
Tidak mudah memang, tapi beginilah takdirnya. Kisah cinta tidak selamanya indah. Tapi ia percaya, ada kalanya ia merasakan keindahan itu.
“Ren.”
“Hm?” Rendy menoleh.
“Kalau aku memutus perjodohan, apa pendapatmu?”
“No, Kiera.”
“Kenapa?”
“Kamu udah janji sama Ratu. Ingat? Selepas kelulusan.”
“Kamu dengar?”
“Aku kebetulan di sana. Maaf kalau lancang. Tapi kita udah pernah bahas soal janji bukan? Kamu cukup cerdas untuk memahaminya.”
“Tapi itu udah lama banget, Ren. Waktu SMA.”
“Janji tetaplah janji, tuan Putri.”
“Jangan panggil aku begitu!”
Hening kemudian.
“Maaf ya udah buat kamu kesal, sekarang tarik nafas dan keluarkan pelan-pelan. Tatap langitnya, supaya kamu tenang.”
Kiera melakukan apa yang Rendy bilang. Dan benar, ia mendapat ketenangan dari sana.
“Ren, habis ini kita makan yu? Aku juga mau minum kopi supaya ga ngantuk.”
“Aku mau ikut kalau kita ga minum kopi.”
“Kenapa sih kalian berdua sama aja? Larang-larang aku minum kopi? Padahal kamu tau dari dulu aku suka kopi.”
“Kita ganti teh ya? Aku tau teh yang enak, kamu harus coba.”
“Beneran enak?”
“Kapan aku bohong?”
“Oke.”
. . . . .
“Oh iya.”
“Apa lagi, Rendy?”
“Sebagai sahabat kamu dan sahabat Nathan, aku boleh minta satu permintaan? Satu aja ga lebih.”
“Hm... Apa?”
Rendy menjulurkan kelingkingnya ke depan.
“Janji untuk saling mencintai sampai akhir.”
“Ren?”
“Perasaan emang bisa berubah, tapi kita bisa belajar mencintai lagi. Jadi, kalian harus begitu, ya? Anggap ini permintaanku yang paling serius adanya.”
Sakit. Jujur, dunianya runtuh. Harapan hancur. Ia harus berusaha sekuat mungkin, bahkan hanya untuk tersenyum. Ulurannya disambut. Untuk kali ini biarkan Rendy melanggar peraturan kerajaan. Ini demi kedua sahabatnya.
“Pinky swear.” Ujar Kiera.
“Janji?”
Kiera mengangguk. “Janji.”
. . . . .
Cinta pertama memang tidak pernah berhasil. Tapi tidak apa, aku akan berusaha ikhlas.
Semesta, jaga dia untukku ya?
To be continued. . . . —Zhi