Baby
Tw : Mature content , 🔞 Harap bijak dalam membaca.
“Your baby, huh?”
“Yup! You are my baby. Dasar bayi.”
“Ck. I can even make a baby.”
“Wait, what?”
Bruk!!
Langit mendorongnya ke atas kasur. Ia sempat bingung untuk beberapa saat. Kini posisi Langit tepat di atas tubuh gadisnya yang ringkih, dengan tangan kanan yang menopang tubuhnya pada sebuah besi tepi ranjang berwarna putih.
“L-langit?”
“Wanna have some?”
“What some?”
“A baby.”
Cup!
Jelas sudah kala itu Biru membulatkan matanya. Langit yang menyaksikan hanya tersenyum menang.
“Biar aku yang memimpin malam ini. Kamu cukup nikmatin aja.”
“I'm scared, it's my first time.”
Ada kekhawatiran dalam mata Biru, Hati Langit terenyuh tak tega. Namun ia harus melakukan ini.
Diusapnya pipi lembut sang gadis, ia berusaha meyakinkan dengan hati-hati.
“Aku janji bakalan main pelan.”
“Janji?”
“Iya, Biru. Aku janji.”
Seorang Pria dewasa yang penuh wibawa dan tegas di kantornya, bejanji untuk bersikap lembut pada sang belahan jiwa di atas ranjang. Ini cukup mengharukan.
Aroma lembut vanilla bersama redupnya lilin yang menjadi satu-satunya pencahayaan malam itu menambah kesan hangat dan romantis bagi pasangan yang kini tengah bercumbu.
Dengan posisi yang masih sama, Langit memulai permainan dengan sentuhan-sentuhan kecil yang berhasil menghantarkan sinyal pada sang empunya.
Satu gigitan kecil pada bibir bawah sang gadis berhasil memberinya jalan masuk untuk menikmati lebih dalam.
Tangannya tak tinggal diam, sibuk menyapu kulit di balik bathrobe yang biru kenakan.
“Umhm.” Satu lenguhan berhasil lolos dari mulut Biru. Dengan instingnya sebagai Pria dewasa, libidonya berhasil memuncak bagai sang alpha yang menemukan omeganya.
Langit melepaskan pautan bibir mereka. Ia melepas kaos yang menempel pada tubuhnya, juga celana training yang ia kenakan lantas kembali ke posisi semula.
Jujur, Biru masih malu menyaksikan tubuh Langit yang sempurna adanya. Terlebih pada ukiran papan cuci di atas perutnya. Dengan reflek Biru menyentuh otot perut yang ia kagumi itu.
“Suka? Kenapa ga dari dulu kamu sentuh?” Tanya Langit.
“Jangan tanya! Aku malu.”
Langit terkekeh. Ia dekatkan wajahnya pada wajah perempuan di hadapannya.
“Kalau gitu, biar aku yang menyentuhmu terlebih dahulu.”
Langit menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Biru, menghiasinya dengan kecupan yang berhasil meninggalkan jejak. Tangan kirinya bermain pada sebuah bongkahan kembar hingga berhasil meloloskan desahan kecil dari sang empunya. Biru yang tak mau kalah mulai melancarkan aksinya. Tangannya bergerak pada area sensitif milik Langit di bawah sana. Langit yang tak menduga kini merubah intonasi suaranya menjadi sedikit serak dan lebih berat dari sebelumnya. Langit menegakkan tubuhnya di atas Biru. Pandangannya sayu juga penuh hasrat.
“Biru, aku ga tahan. Let's make a baby.”
Biru mengangguk.
Dengan gesit, Langit melucuti bathrobe yang Biru kenakan. Kini kondisi mereka seperti bayi yang baru lahir. Polos tanpa ada sehelaipun benang yang menutupi. Saling menyentuh dan bercumbu, menyapu sekujur tubuh hingga meninggalkan banyak jejak.
“Ughhh, L-langit sakit.”
“I'm sorry babe, mau stop aja?”
“No. Do it slowly.”
“As you want, babe.”
Rintihan kecil berhasil menghiasi malam hingga pada saat dimana mereka berhasil menyatu dan memulai permainan inti. Biru sempat kewalahan menerima Langit pada tubuhnya, namun Langit berusaha untuk menyeimbangi hal itu. Rintihan sakit berganti desahan penuh kenikmatan. Keduanya menghabiskan malam panas dengan baik dan penuh rasa cinta.
Dua jam sekian telah berlalu. Langit mengeratkan genggamannya pada tangan Biru. Mengekspresikan segala kenikmatan yang kini tengah menguasainya. Darahnya kian berdesir panas hingga mencapai pada titik klimaks.
“Argh. Baby, i will cum.”
“Mhmcum inside me.”
Langit mencapai putihnya. Lalu ia memeluk sang istri dari belakang.
“Biru, thank you so much.”
“Langit, aku mencintaimu.”
“Biru, aku mencintaimu. Banget pangkat tiga.”
Di bawah atap kaca dengan pemandangan langit malam bertabur bintang, keduanya menikmati kehangatan dan ketenangan malam spesial itu. Malam yang tidak akan terlupakan.
“Hmm, Biru.”
“Hmm?”
“Rambut kamu wangi, pakai shampoo apa?”
“Pakai yang biasa kok, kenapa? Mau pakai juga? Hahahaa”
“Hahaa kayaknya aku mau ganti shampoo deh. Rontok banget.”
Hening sejenak.
Biru merubah posisinya menjadi saling berhadapan satu sama lain.
“Awas botak.”
“Hahahaaa, kalaupun botak, aku tetep ganteng.”
Tawa langit kala itu mengundang senyum penuh arti milik Biru.
“Mau aku pinjamkan rambutku?” Tanya Biru.
Langit menggelengkan kepala.
“Engga ah.”
“Hahaa, kenapa?”
“Sejujurnya, rambut kamu ga terlalu bagus.”
“Cih.” Biru terkekeh.
“Tapi gapapa, soalnya kamu cantik.”
“Hmm, mulai deh gombalnya.”
“Hahahaa— Mau mulai sesi deep talk?”
Biru mengangguk.
“Ayo.”
. . . To be continued. . . . —Zhi