Runtuh
Song recommendation: (repeat) https://open.spotify.com/track/2BPXILn0MqOe5WroVXlvN1?si=lnI72JL0R6SqiMuQFnmtDg&utm_source=copy-link&dl_branch=1
“Rendy!”
Grep!
“Ada aku di sini, Ren. Ingat ya, kamu ngga sendirian di dunia ini. Aku selalu di sini.”
Tidak ada jawaban dari Rendy.
Pundak berbalut jas hitam itu mulai bergetar dalam dekapan sang Putri. Kiera tau, sahabatnya sedang manangis. Pedih sekali.
“Ren...”
Hanya isak tangis yang terdengar samar yang menjadi jawaban. Kiera menepuk lembut pundak Rendy menenangkan.
“Semesta sayang sama mama, papa. Jadi mereka pulang duluan. Aku ngerti kamu pasti kaget sama kenyataan ini, gapapa pelan-pelan aja. Kamu ngga sendirian, Ren. Ada aku, Nathan, sama yang lainnya ju-.”
Bruk
“Ngerti?! Kamu gaakan ngerti rasanya jadi aku, Ki. Kamu– Sehari aja kamu jadi aku. Satu hari, rasanya ga seperti yang kamu pikir.”
“Rendy, tunggu!”
Rendy melangkah pergi menjauhi rumah duka tanpa tujuan. Kosong. Tidak ada lagi yang bisa ia pikirkan. Hancur. Ia hancur sehancur-hancurnya. Dunianya runtuh. Sepi sekali.
“RENDY KAMU MAU KEMANA?”
Rungunya bagai tuli. Menyisakan angin yang berlalu sejuk. Kedua mata tak bernyawa menatap lurus hamparan salju. Dingin. Tapi tidak lebih dingin dari jiwanya.
“Mama..” Satu-satunya kalimat yang terucap.
Tanpa sadar, ia berjalan masuk ke dalam hutan kota yang letaknya tak jauh dari rumah duka yang kala itu berselimut salju tebal. Rungunya tak menangkap panggilan dari sosok yang terus mengekor di belakang sambil terseok, berusaha melawan dinginnya cuaca.
“AKH!!!” Teriakan gadis itu berhasil memecah lamunannya. Langkahnya terhenti, berbalik ke arah sumber suara.
“Kiera?”
Kiera tersungkur di atas salju salah satu sepatunya yang terlepas, tersangkut pada salju yang terinjak.
Dep.
“Ki, kok bisa jatuh si? Luka ngga sini biar aku liat.”
“Engga, Rendy. Tenang yaa aku ga kenapa-kenapa, cuma kesandung salju aja beneran deh.”
“Bener kamu ga luka?”
Kiera menatap sejenak sahabatnya.
Ia bangkit dari posisinya bersamaan dengan Rendy yang mengikuti.
“Aku luka.”
Mata Rendy terbalak dibuatnya.
“Di mana? Sakit engga? Kita obatin dulu ayo.”
“Sakit.”
“Iya ayo kita obatin dulu ya, sini biar aku gendong.”
“Rendy.”
“Hm? Kenapa? Ayo biar aku gendong.”
Kiera menegapkan punggung Rendy, membuatnya saling berhadapan lurus saling membaca air dalam manik sang lawan bicara.
“Di sini.” Kiera meletakkan tangannya pada dadanya.
“Rasanya sakit liat kamu hancur seperti ini, Ren. Aku mohon, jangan pergi. Aku mau kamu di samping aku, seperti biasanya. Anggap aku keluargamu, Ren. Kamu ga sendirian.”
Kamu orang yang aku cinta, Kiera.
Aku gamau kamu hancur. Kamu semestaku, Rendy.
“Kiera, Sesak sekali.”
“Aku punya ide.”
Kiera menarik Rendy menuju hamparan salju luas yang aslinya merupakan padang rumput hijau. Sepi, hanya ada mereka. Tentu saja karena cuaca sedang dingin.
“Kita mau ngapain?”
“Lepas. Kamu bebas ungkapin semuanya di sini. Biar aku beri contoh.”
Kiera melangkah maju beberapa langkah dengan mata Rendy yang terus mengikuti.
“Ekhem. TANTE WENDY, PAMAN CHA... TIDUR YANG TENANG YAA!! RENDYNYA BIAR AKU YANG JAGAIN!! KIERA SAYANG SAMA RENDY!! BAAAANGEEETTT!!”
“Huft! Nah, gitu jadi sekarang gili- Ren? Rendy? Hello? Kamu denger aku kan?”
“Hah? Oh? Uhm.. Harus teriak ya?”
“Harus! Coba dulu, kamu ga akan nyesal.”
Rendy mengangguk dan mengikuti yang Kiera lakukan tadi.
Kiera mendengarkan dengan khidmat apa yang Rendy ungkapkan. Dinginnya salju menambah rasa kaku pada tubuhnya. Benaknya dilanda kesedihan juga kebingungan setelah mendengar kalimat sahabatnya itu.
“PAPAAA, JAGAIN MAMA YAA! AKU SAYANG SAMA PAPA! MAMAAA, MAAFIN RENDY YAA. AKU KANGEN BANGET SAMA MAMA. TUNGGU RENDY YA MAA! Selamat beristirahat, malaikatku.”
“Huft. Benar kata kamu, cukup melegakan rupanya.”
Kiera hanya tersenyum dengan air mata yang mulai mengering pada pipinya.
“Ki.”
“Iyaa?”
Izinkan aku mencintaimu.
“Kenapa, Ren?”
“Ah, engga. Di mana Nathaniel?”
“Oh? Nathan ada pertemuan penting, salah satu pejabat Kerajaan Hira baru aja melakukan kasus korupsi. Dan kamu tau apa hebatnya? Nathan yang ngungkapin kasus itu! Keren banget kan? Dan dia udah nyimpen semua bukti kasus korupsi yang para tikus itu lakuin.”
“Wah.” Rendy melakukan aplouse. “MPV!! Harus dikasi semangat dong? Coba telfon anaknya kita video call. Poselku habis baterai.”
“Okay!” Kiera mengeluarkan ponselnya dari saku jaket tebal miliknya. Ia bersemangat untuk segera melakukan panggilan bertiga. Namun senyumnya pudar seketika kala matanya menangkap banyak notifikasi panggilan tak terjawab dari teman-temannya. Lalu muncul satu panggilan masuk dari Jeremmy yang langsung ia terima.
“Hallo? Je, ada apa? Kenapa nelfon banyak banget? Hallo? Jeje? Jere? Kenapa diem aja? Jeremmy! Jawab atau aku matikan sekarang juga!”
“Kiera, Nathan.”
“Kenapa? Nana kenapa, Je!? Kok suara lo geter sih? Sinyal di sini jelek ya? Bentar deh gue pindah tempat dulu.”
“Ga Ki sinyal lo ga masalah.”
“Ya terus kenapa Je?! Lo jangan buat gue panik dong! Nana sama lo? Mana anaknya biar gue ngomong sama dia.”
“Kiera, Nathan kecelakaan.”
DEG!
“Kejadiannya setengah jam yang lalu, ada penembakan di kawasan Golden. Pembunuhan berencana. Diduga pelakunya-”
“JERE LO JANGAN NGARANG CERITA YA! DIMANA NATHAN?!”
“Kiera tenangin diri lo dulu, coba loud speaker biar Rendy denger apa yang gue omongin.”
Kiera menyalakan fitur loud speaker.
“Sekarang Nathan di Rumah sakit Golden, dia koma.”
DEG!
“K-koma?”
“Nathan butuh donor jantung secepatnya, pihak rumah sakit masih berusaha nyari.”
“Jere, biar gue yang donor.”
“Ki!!”
“Jere lo denger gue kan? JAWAB!!”
“Kiera, sorry lo gabisa ngelakuin ini.”
“BOHONG! LO BOHONG KAN? NATHAN GA MUNGKIN KAYA GINI.”
Rendy memeluk Kiera yang mulai menangis histeris. Ia kalut.
“Rendy, Nathan ga mungkin ninggalin kita kan?”
Tangisannya terus terdengar, bahkan sampai pada seseorang di balik panggilan.
“Sshh. Tenang yaa, Nathan ga mungkin ninggalin kita.”
Isak tangis makin histeris.
“NA, KAMU BILANG GA AKAN KEMANA-MANA. JANGAN TINGGALIN AKU ATAU KAMU KENA SANKSI! Rendy, tolong bawa Nathan pulang, aku rindu. Aku gabisa kehilangan Nathan. Rendy-”
“Sshh, iya tenang yaa aku akan bawa Nathan pulang. Jangan nangis lagi ya, Nathan pasti pulang. Aku janji.”
“Janji?”
Rendy mengeratkan pelukannya. “Janji.”
.
.
.
Dua kali.
Dua kali dunianya runtuh.
Ada apa dengan semesta?
Salah apa ia hingga dihukum seperti ini?
Orang tua, sahabat.
Juga sang Putri yang menyaksikan pahitnya hukuman kedua insan tercinta.
Pertahanannya runtuh.
Ia jatuh.
.
.
.
Nana, aku mencintaimu. Cepat bangun ya pangeranku, jangan pergi. Aku menantimu kembali.
.
.
. To be continued .
.
. —Zhi.