Matahari dan Bulan : Bertahanlah.

Song recommendation: https://open.spotify.com/track/6G4z9WbxyEeWdEQTfShACT?si=v6Fof4v9T62EURKgakRRxA&utm_source=copy-link&dl_branch=1

Golden, district G | July 31 2023

image


Langkahnya terdengar nyaring, menggema pada lorong gedung putih menyeluruh. Matanya sibuk mencari keberadaan sosok yang dinanti. Atensinya berhenti pada sosok yang tengah duduk di atas bangku taman bagian belakang gedung tersebut.

Dihampirinya sosok tersebut dengan para pengawal yang menunggu pada setiap sudut taman untuk berjaga tanpa harus mengganggu privacy mereka.

Langkahnya berhenti tepat di depan bangku. Memecah keseriusan sosok yang sedang melamun, menatap rumput hijau di bawah kakinya yang kini diinjak sepasang sepatu kulit hitam mengkilap yang terlihat mewah.

Sosok itu mendongakkan kepalanya, menatap ia yang kala itu mengenakan setelan jas hitam dengan pin khas berbentuk mahkota. Pin yang hanya dapat digunakkan oleh keluarga kerajaan.

“Oh? You are here? Sejak kapan sampai di sini?”

“Baru saja.”

Sosok dengan setelan khas gedung itu menggeser posisi duduknya, mempersilahkan kawannya untuk duduk di samping.

“Sini duduk.”


“Gimana hasilnya?”

“So far, good. Haha.”

“Jadi, lo kesini mau ada urusan apa, Na?”

“Yaelah, gue cuma mau ketemu temen sendiri masa gaboleh?”

“Ya boleh sih, tapi bukannya akhir-akhir ini lo lagi hectic?”

“Iyasih, tapi ya bentar doang sabi lah gue keluar bentar.”

“Chat tunangan lo udah dibales?”

Nathan menepuk keningnya. “Sial. Gue lupa.”

Duk!

“Brengsek! Buruan bales! Lo buat anak orang nunggu tau ga?!”

“Ya gausa nepak kepala juga, sakit bego!”

“Otak lo tuh sakit. Berapa lama lo ngeghosting, hah?!”

“Ghosting? Haha, emang dia nungguin?”

“Ya nungguin lah? Please gausa tolol.”

Hening kemudian.

“Ren, kalo sebenernya Kiera ga ada perasaan sama gue, gimana?”

“Ngaco. Kiera cinta sama lo, Na.”

Nathan menoleh, menatap Rendy di sisi kirinya.

“Jadi, itu yang lo pikir?”

Rendy menoleh dan mengangguk.

Bodoh. Batin Nathan.

“Ren, do you love her?”

“I'm not. Stop, Na. Kiera milik lo. Jangan tanya hal bodoh itu lagi.”

Bohong.

“Jawab gue. Lo cinta sama Kiera?” Tanya Rendy dibalas anggukan oleh Nathan.

“Demi Tuhan, aku cinta sama Kiera.”

Rendy tersenyum.

“Kalau begitu, tugas gue selesai.”

Rendy, maaf.

“Ren, apa lo pernah ngerasa kalo semesta ga adil?”

Rendy tersenyum.

“Alam semesta memang suka menciptakan sketsa-sketsa indah meluluh lantakan perasaan dan jiwa-jiwa yang hidup, sebercanda itu.”

“Begitu ya? Dan bodohnya aku menjadi coretan untuk melengkapi sketsanya, tapi yang dia butuhkan bukanlah coretan, melainkan warna.”

“Lagi-lagi, salah semesta ya? sebenarnya semesta tak pernah becanda. ia hanya memberitahukan tentang apa yang sebenarnya. Tak perlu menyesali apa yang telah terjadi, dan berbahagialah di jatuh cinta yang selanjutnya.”

“Siapa anda?” Tanya dua laki-laki itu.

“Aku hanya cameo dalam dunia kalian, menyampaikan apa yang harus disampaikan.” Ujar lelaki tua itu.

Mereka membisu.

“Wahai anak muda. Jika yang bermain di labirin cinta adalah kamu dan dia, lantas mengapa ketika tersesat malah menyalahkan takdir dan semesta?”

“Lalu bagaimana dengan mereka yang saling mencinta namun tak bersatu jua? Terasa seperti candaan tak berujung.” Tanya sang Pangeran.

“Semesta tidak bercanda, hanya saja sudah waktunya dua insan harus saling melepas, mereka beda, harus menemui takdir mereka masing masing.”

“Yaaa, aku rasa kau benar, tuan. Karena aku yang mulai lelah menyalahkan semesta, padahal salah sendiri mengapa meletakkan rasa pada orang yang enggan menerima.” Ujar sang Pangeran.

“Tugasku sampai di sini. Ingatlah kalimat ini wahai anak muda.”

“Jangan pernah salahkan semesta atas sebuah kesalahan yang kau paksakan.”

“Aku pamit. Sampai bertemu di lain kesempatan, Pangeran.”


“Kapan pernikahan kalian berlangsung?” Tanya Rendy.

Ia tatap sosok ringkih itu dengan pilu. Rasanya sungguh sakit saat harus melihat sahabat tercinta berjuang tanpa ujung di setiap harinya.

“Akhir tahun, di musim dingin.”

“Musim dingin ya? Hari ulang tahun Kiera?”

“Bukan, setelah natal.”

“Oh... Hahahaa.”

“Pangeran, yang Mulia Raja memanggil anda ke blue house sekarang juga.” Ujar salah satu pengawal yang menghampiri keduanya.

Nathan mengangguk dan melambaikan tangannya, lalu pengawal itu mundur beberapa langkah.

“Gue pergi dulu.”

“Jangan lupa balas pesan Kiera!”

Nathan mengangguk sembari bangkit dari posisi duduknya. Sebelum pergi Nathan berpesan.

“Ren, Bertahanlah.”

Ia berbalik, melangkah pergi meninggalkan sosok yang tetap pada posisinya.

Dilihatnya arloji yang menunjukan pukul 2:45 p.m. Sepertinya ia akan terlambat, tapi raut wajahnya mengatakan bahwa ia tak peduli.

Atensinya berpindah pada sosok yang familiar.

Jeremmy. Ia ingin menyapa kawannya, namun urung karena sosok dengan jas putih panjang itu terlihat setengah berlari menuju gedung tadi.


Rendy menatap punggung yang mulai lenyap di balik pintu keluar.

Rasanya sedikit ringan usai berbincang dengan sahabat lama yang sulit dijumpai. Namun fokusnya buyar ketika ponsel miliknya bergetar, terlebih saat ia baca pesan tersebut.

image

. . .

Ketika denting jam dinding bergema, terputar memori pertemuan antara matahari dan bulan, salah satunya bersinar. Dan mereka tak pernah bisa bersama.


. . . To be continued. . . . —Zhi