Zhimphony

Disneyland Torch Kingdom 01:40 p.m.

“Lo hafal rute sama tempat-tempatnya?” Tanya Nathan pada Rendy.

“It's been a long time since i've been here, gue lupa. Lo hafal tempat ini, Ki?” Tanya Rendy yang hanya dijawab dengan gelengan kepala oleh Kiera.

“Mwisah aja nggua si bwiyar nyarinua cepwed.” Ujar Hasan sambil mengunyah churros starwars dan ice cream yang entah sejak kapan sudah ada ditangannya.

“Telan dulu baru ngomong.” Ujar Nathan yang hanya dibalas decak kesal dari Hasan.

“Yaudah mencar aja 2-2 nanti shareloc kalau udah ketemu tempatnya.” Ujar Rendy.

“Kiera sama gue yok?” Ujar Hasan. Namun sayang sekali, belum juga Kiera jawab, Kiera sudah ditarik pergi dari tempat itu lebih dulu oleh Nathan.

Akhirnya mereka berempat terbagi menjadi 2-2, Nathan dengan Kiera dan Rendy dengan Hasan.

BACKSOUND — HEART BEAT : SURAN

“E-eh! Na?”

“Hmm?”

“Kenapa tiba-tiba narik aku gitu aja?” Langkah Nathan terhenti. Hening sejenak. Kakinya bergerak menghadapkan tubuhnya pada Kiera. Ia melepas genggaman tangan diantara mereka dan memasukkannya pada saku celana miliknya.

“Aku tahu kamu bakalan pilih Rendy.”

DEG!

“See? eyes can not lie.” Ujar Nathan.

Kiera terdiam. Tenggorokannya seperti tercekat karena tertangkap basah.

“Sebelum kamu dibawa pergi mereka, aku bawa kamu duluan. Satu langkah di depan itu baik bukan hahahaa.” Nathan terkekeh memperlihatkan deretan giginya yang rapih.

Sedangkan yang diajak bicara hanya diam. Nathan berusaha mencairkan suasana dengan mengajak Kiera berkeliling, membicarakan apa saja yang mereka lewati.

“Lucu banget!!”

“Berdiri di sana, biar aku foto.”

“Satu, dua, tiga, senyuuuum.”

CEKREK!

Banyak sekali foto yang mereka ambil di sana. Bisa-bisa baterai kamera milik Nathan habis hanya untuk ini hahaha.

Melangkah dan terus melangkah, hingga langkah mereka terhenti pada sebuah toko souvenir. Nathan mengikuti Kiera masuk ke sana, ia membiarkan perempuan itu melakukan semua yang ingin dilakukan. Nathan memperhatikan kemana atensi Kiera tertuju, mata perempuan itu terlihat berbinar hingga menyentuh hati yang melihatnya.

“Beli saja.” Ujar Nathan. Mereka berdiri di hadapan deretan boneka kelinci berwarna ungu yang berhasil menarik hati perempuan sagitarius itu. Pada akhirnya mereka membeli beberapa souvenir di sana, yang semuanya berbentuk kelinci ungu.

Kata Kiera, kelinci ungu itu mirip Nathan. Kata Nathan, Kiera harus punya kelinci itu supaya bisa ingat Nathan terus.

“Anggap saja barang couple pertama kita.” Ujar Nathan.

“Iya.” Ujar Kiera.

Nathan manis. Kiera akui itu. Memang benar bahwa Kiera akan memilih Rendy tadi. Namun entahlah, kini ia semakin bimbang kemana sebenarnya hatinya tertuju. Saat bersama Rendy, ia merasa aman dan tidak ingin jauh darinya. Matanya tak bisa bohong mengikuti kemanapun Rendy pergi. Kiera menoleh ke arah Nathan. Jantungnya terus berdegup, semakin bergemuruh hingga sang empunya takut akan terdengar laki-laki di sebelahnya.

Gak! Lo gak boleh bimbang kaya gini terus. Lo harus yakin kemana hati lo berlabuh, Kiera. Batin Kiera.

Langkah demi langkah, sesekali berlarian saling mengejar sambil tertawa kemudian kembali bergandengan tangan.

“Nathan! Iseng banget sih!” “HAHAHAA! Wleee.” “Sini kamu!” “Nyenyenye kejar kalo bisa.”

“Ketangkep!” “Hahahaa. Sini tangan kamu, nanti hilang.” “Kamu pikir aku anak kecil?” “Yup. My baby.” “Merk bedak bayi dong?” “Gagal romantis, skip.”

Mereka berhenti dan duduk pada sebuah bangku pengunjung di sekitar air mancur yang bergerak indah. Tangannya sibuk memegang minuman juga biskuit mickey yang mereka beli tadi.

“Hahahaa! Na, Hasan ngambek gak dibeliin.”

“Biarin aja, suruh beli sendiri.”

“Na, bonekanya mirip kamu.”

“Nanti sering diliatin ya biar inget aku terus hahahaa.”

“Biar apa? Biar kangen? Halah klasik”

“Ngapain. Kalo kangen mah langsung ketemu aja.”

“HAHAHAAAA.”

Keduanya tertawa dan tersenyum, menikmati waktu mereka hingga lupa tujuan utama ke tempat ini.


“Princess.” Ujar Nathan, sambil menatap Kiera di sisi kiri nya.

“Yaa?” Jawab Kiera, kini manik mereka saling bertemu.

“Rendy is your first love, right?”

DEG! Tepat sasaran.

“Tidak masalah jika aku bukan cinta pertama-mu. Tapi, bolehkah aku jadi cinta terakhir-mu?”

BACKSOUND — HEART BEAT : SURAN

“E-eh! Na?”

“Hmm?”

“Kenapa tiba-tiba narik aku gitu aja?” Langkah Nathan terhenti. Hening sejenak. Kakinya bergerak menghadapkan tubuhnya pada Kiera. Ia melepas genggaman tangan diantara mereka dan memasukkannya pada saku celana miliknya.

“Aku tahu kamu bakalan pilih Rendy.”

DEG!

“See? eyes can not lie.” Ujar Nathan.

Kiera terdiam. Tenggorokannya seperti tercekat karena tertangkap basah.

“Sebelum kamu dibawa pergi mereka, aku bawa kamu duluan. Satu langkah di depan itu baik bukan hahahaa.” Nathan terkekeh memperlihatkan deretan giginya yang rapih.

Sedangkan yang diajak bicara hanya diam. Nathan berusaha mencairkan suasana dengan mengajak Kiera berkeliling, membicarakan apa saja yang mereka lewati.

“Lucu banget!!”

“Berdiri di sana, biar aku foto.”

“Satu, dua, tiga, senyuuuum.”

CEKREK!

Banyak sekali foto yang mereka ambil di sana. Bisa-bisa baterai kamera milik Nathan habis hanya untuk ini hahaha.

Melangkah dan terus melangkah, hingga langkah mereka terhenti pada sebuah toko souvenir. Nathan mengikuti Kiera masuk ke sana, ia membiarkan perempuan itu melakukan semua yang ingin dilakukan. Nathan memperhatikan kemana atensi Kiera tertuju, mata perempuan itu terlihat berbinar hingga menyentuh hati yang melihatnya.

“Beli saja.” Ujar Nathan. Mereka berdiri di hadapan deretan boneka kelinci berwarna ungu yang berhasil menarik hati perempuan sagitarius itu. Pada akhirnya mereka membeli beberapa souvenir di sana, yang semuanya berbentuk kelinci ungu.

Kata Kiera, kelinci ungu itu mirip Nathan. Kata Nathan, Kiera harus punya kelinci itu supaya bisa ingat Nathan terus.

“Anggap saja barang couple pertama kita.” Ujar Nathan.

“Iya.” Ujar Kiera.

Nathan manis. Kiera akui itu. Memang benar bahwa Kiera akan memilih Rendy tadi. Namun entahlah, kini ia semakin bimbang kemana sebenarnya hatinya tertuju. Saat bersama Rendy, ia merasa aman dan tidak ingin jauh darinya. Matanya tak bisa bohong mengikuti kemanapun Rendy pergi. Kiera menoleh ke arah Nathan. Jantungnya terus berdegup, semakin bergemuruh hingga sang empunya takut akan terdengar laki-laki di sebelahnya.

Gak! Lo gak boleh bimbang kaya gini terus. Lo harus yakin kemana hati lo berlabuh, Kiera. Batin Kiera.

Mereka berhenti dan duduk pada sebuah bangku pengunjung di sekitar air mancur yang bergerak indah. Tangannya sibuk memegang minuman juga biskuit mickey yang mereka beli tadi.

“Hahahaa! Na, Hasan ngambek gak dibeliin.”

“Biarin aja, suruh beli sendiri.”

*“Na, bonekanya mirip kamu.”

“Nanti sering diliatin ya biar inget aku terus hahahaa.”

“Biar apa? Biar kangen? Halah klasik”

“Ngapain. Kalo kangen mah langsung ketemu aja.”

“HAHAHAAAA.”

Keduanya tertawa dan tersenyum, menikmati waktu mereka hingga lupa tujuan utama ke tempat ini.


“Princess.” Ujar Nathan, sambil menatap Kiera di sisi kiri nya.

“Yaa?” Jawab Kiera, kini manik mereka saling bertemu.

“Rendy is your first love, right?”

DEG! Tepat sasaran.

“Tidak masalah jika aku bukan cinta pertama-mu. Tapi, bolehkah aku jadi cinta terakhir-mu?”

BACKSOUND — HEART BEAT : SURAN

“E-eh! Na?”

“Hmm?”

“Kenapa tiba-tiba narik aku gitu aja?” Langkah Nathan terhenti. Hening sejenak. Kakinya bergerak menghadapkan tubuhnya pada Kiera. Ia melepas genggaman tangan diantara mereka dan memasukkannya pada saku celana miliknya.

“Aku tahu kamu bakalan pilih Rendy.”

DEG!

“See? eyes can not lie.” Ujar Nathan.

Kiera terdiam. Tenggorokannya seperti tercekat karena tertangkap basah.

“Sebelum kamu dibawa pergi mereka, aku bawa kamu duluan. Satu langkah di depan itu baik bukan hahahaa.” Nathan terkekeh memperlihatkan deretan giginya yang rapih.

Sedangkan yang diajak bicara hanya diam. Nathan berusaha mencairkan suasana dengan mengajak Kiera berkeliling, membicarakan apa saja yang mereka lewati.

“Lucu banget!!”

“Berdiri di sana, biar aku foto.”

“Satu, dua, tiga, senyuuuum.”

CEKREK!

Banyak sekali foto yang mereka ambil di sana. Bisa-bisa baterai kamera milik Nathan habis hanya untuk ini hahaha.

Melangkah dan terus melangkah, hingga langkah mereka terhenti pada sebuah toko souvenir. Nathan mengikuti Kiera masuk ke sana, ia membiarkan perempuan itu melakukan semua yang ingin dilakukan. Nathan memperhatikan kemana atensi Kiera tertuju, mata perempuan itu terlihat berbinar hingga menyentuh hati yang melihatnya.

“Beli saja.” Ujar Nathan. Mereka berdiri di hadapan deretan boneka kelinci berwarna ungu yang berhasil menarik hati perempuan sagitarius itu. Pada akhirnya mereka membeli beberapa souvenir di sana, yang semuanya berbentuk kelinci ungu.

Kata Kiera, kelinci ungu itu mirip Nathan. Kata Nathan, Kiera harus punya kelinci itu supaya bisa ingat Nathan terus.

“Anggap saja barang couple pertama kita.” Ujar Nathan.

“Iya.” Ujar Kiera.

Nathan manis. Kiera akui itu. Memang benar bahwa Kiera akan memilih Rendy tadi. Namun entahlah, kini ia semakin bimbang kemana sebenarnya hatinya tertuju. Saat bersama Rendy, ia merasa aman dan tidak ingin jauh darinya. Matanya tak bisa bohong mengikuti kemanapun Rendy pergi. Kiera menoleh ke arah Nathan. Jantungnya terus berdegup, semakin bergemuruh hingga sang empunya takut akan terdengar laki-laki di sebelahnya.

Gak! Lo gak boleh bimbang kaya gini terus. Lo harus yakin kemana hati lo berlabuh, Kiera. Batin Kiera.

Mereka berhenti dan duduk pada sebuah bangku pengunjung di sekitar air mancur yang bergerak indah. Tangannya sibuk memegang minuman juga biskuit mickey yang mereka beli tadi.

“Hahahaa! Na, Hasan ngambek gak dibeliin.”

“Biarin aja, suruh beli sendiri.”

*“Na, bonekanya mirip kamu.”

“Nanti sering diliatin ya biar inget aku terus hahahaa.”

“Biar apa? Biar kangen? Halah klasik”

“Ngapain. Kalo kangen mah langsung ketemu aja.”

“HAHAHAAAA.”

Keduanya tertawa dan tersenyum, menikmati waktu mereka hingga lupa tujuan utama ke tempat ini.


“Princess.” Ujar Nathan, sambil menatap Kiera di sisi kiri nya.

“Yaa?” Jawab Kiera, kini manik mereka saling bertemu.

“Rendy is your first love, right?”

DEG! Tepat sasaran.

“Tidak masalah jika aku bukan cinta pertama-mu. Tapi bolehkah aku jadi cinta terakhir-mu?”

BACKSOUND — HEART BEAT : SURAN

“E-eh! Na?”

“Hmm?”

“Kenapa tiba-tiba narik aku gitu aja?” Langkah Nathan terhenti. Hening sejenak. Kakinya bergerak menghadapkan tubuhnya pada Kiera. Ia melepas genggaman tangan diantara mereka dan memasukkannya pada saku celana miliknya.

“Aku tahu kamu bakalan pilih Rendy.”

DEG!

“See? eyes can not lie.” Ujar Nathan.

Kiera terdiam. Tenggorokannya seperti tercekat karena tertangkap basah.

“Sebelum kamu dibawa pergi mereka, aku bawa kamu duluan. Satu langkah di depan itu baik bukan hahaa.” Nathan terkekeh memperlihatkan deretan giginya yang rapih.

Sedangkan yang diajak bicara hanya diam, Nathan berusaha mencairkan suasana dengan mengajak Kiera berkeliling membicarakan apa saja yang mereka lewati.

“Lucu banget!!”

“Berdiri di sana, biar aku foto.”

“Satu, dua, tiga, senyuuuum.”

CEKREK

Banyak sekali foto yang mereka ambil di sana. Bisa-bisa baterai kamera milik Nathan habis hanya untuk ini hahaha.

Melangkah dan terus melangkah, hingga langkah mereka terhenti pada sebuah toko souvenir. Nathan mengikuti Kiera masuk ke sana, ia membiarkan perempuan itu melakukan semua yang ingin dilakukan. Nathan memperhatikan kemana atensi Kiera tertuju, mata perempuan itu terlihat berbinar hingga menyentuh hati yang melihatnya.

“Beli saja.” Ujar Nathan. Mereka berdiri di hadapan deretan boneka kelinci berwarna ungu yang berhasil menarik hati perempuan sagitarius itu. Pada akhirnya mereka membeli beberapa souvenir di sana, yang semuanya berbentuk kelinci ungu.

Kata Kiera, kelinci ungu itu mirip Nathan. Kata Nathan, Kiera harus punya kelinci itu supaya bisa ingat Nathan terus.

“Anggap saja barang couple pertama kita.” Ujar Nathan.

“Iya.” Ujar Kiera.

Nathan manis. Kiera akui itu. Memang benar bahwa Kiera akan memilih Rendy tadi. Namun entahlah, kini ia semakin bimbang kemana sebenarnya hatinya tertuju. Saat bersama Rendy, ia merasa aman dan tidak ingin jauh darinya. Matanya tak bisa bohong mengikuti kemanapun Rendy pergi. Kiera menoleh ke arah Nathan. Jantungnya terus berdegup, semakin bergemuruh hingga sang empunya takut akan terdengar laki-laki di sebelahnya.

Gak! Lo gak boleh bimbang kaya gini terus. Lo harus yakin kemana hati lo berlabuh, Kiera. Batin Kiera.

Mereka berhenti dan duduk pada sebuah bangku pengunjung di sekitar air mancur yang bergerak indah. Tangannya sibuk memegang minuman juga biskuit mickey yang mereka beli tadi.

“Hahahaa! Na, Hasan ngambek gak dibeliin.”

“Biarin aja, suruh beli sendiri.”

*“Na, bonekanya mirip kamu.”

“Nanti sering diliatin ya biar inget aku terus hahahaa.”

“Biar apa? Biar kangen? Halah klasik”

“Ngapain. Kalo kangen mah langsung ketemu aja.”

“HAHAHAAAA.”

Keduanya tertawa dan tersenyum, menikmati waktu mereka hingga lupa tujuan utama ke tempat ini.


“Princess.” Ujar Nathan, sambil menatap Kiera di sisi kiri nya.

“Yaa?” Jawab Kiera, kini manik mereka saling bertemu.

“Rendy is your first love, right?”

DEG! Tepat sasaran.

“Tidak masalah jika aku bukan cinta pertama-mu. Tapi bolehkah aku jadi cinta terakhir-mu?”

“Duduk.” Kiera menerima salam dari Theo dan mempersilakannya untuk duduk. Karena jika tidak, Theo akan tetap pada posisi memberi hormatnya.

“Ini bukan di istana, tolong bersikap biasa saja.” Ujar Kiera.

“Bagaimana bisa kau tau?” Tanya Rendy menelisik.

“Perkenalkan, Saya Theodore, seorang penulis dari kerajaan Torch dan aku tahu siapa kau dan juga Nathaniel. Saya tidak akan membiarkan siapa pun masuk ke ruangan ini apalagi orang yang tidak jelas identitasnya. Saya tahu kalau Nathaniel adalah Pangeran Hira, karena itu Kiera pasti tuan Putri Torch.”

“Lalu kau tau dari mana kalau aku adalah Pangeran?” Tanya Nathan.

“Kalian pikir bagaimana Hasan bisa secerdas itu dalam IT? Tentu saja karna ia berguru padaku. Hasan murid terbaik di club IT milikku.” Jawab Theo.

“Kau meretas profil istana?” Tanya Nathan dengan air muka yang suram.

“Kalian meretas tulisan pribadi milik saya, kakak senior kalian juga membocorkan identitas saya. Saya hanya melakukan hal yang sama. Yaa walaupun profil istana sangat sulit ditembus karena passwordnya yang berubah setiap lima belas sekali, tapi saya berhasil. Kita impas bukan?”

“Lalu apa kau tahu dimana buku Mahkota yang hilang?” Tanya Kiera.

Hening sejenak.

“Ada peribahasa, 'Tempat paling aman, adalah tempat paling berbahaya'. Lalu bagaimana jika kita balik?” Ujar Theo.

“Maksudmu, 'Tempat paling berbahaya adalah tempat paling aman'?” Ujar Rendy.

“Lalu tempat mana yang paling berbahaya bagi masyarakat biasa di negri ini?” Tanya Theo.

Tiga sekawan mulai berpikir, menjadikan hal yang tidak mungkin menjadi mungkin.

“Istana?” Ujar Nathan.

“Kiera, perpustakaan istana menjadi tempat favoritmu, bukan?” Tanya Theo.

“Tidak mungkin di sana. Bagaimana bi‐” Kalimat Kiera terputus saat mengingat pesan terakhir antara ia dengan Pangeran Jindra.

“Tentu saja bisa. Kekuatan orang dalam.” Ujar Theo.

“Siapa yang berani berkhianat seperti ini?” Ujar Nathan.

“Berkhianat? Kau sebut calon mertuamu penghianat?”

DEG!

“Maksudmu...”

“Raja Josue Miller, turut andil dalam menyembunyikan buku 'Mahkota yang hilang'. Kau sebaiknya mencari tahu sendiri dimana posisi buku itu, tuan Putri.” Ujar Theo.

Rumah yang kamu anggap tempat paling aman, bisa menjadi tempat paling berbahaya tanpa kamu sadari.

Toko buku merah | 01:57 p.m.

“Jadi tujuan kalian ke sini karena postingan lama saya?” Tanya Theo.

“Iya, om, paman, tuan, pak, aduh manggilnya apa nih?” Ujar Nathan sambil berbisik pada kedua teman di samping kanannya.

“Om aja gak sih?” Bisik Rendy pada kedua teman di samping kirinya.

Kiera yang duduk di tengah hanya terpaku menatap lurus pemilik toko buku itu.

“Ganteng banget.” Ujar Kiera tanpa sadar. Ucapannya sontak mengejutkan tiga orang di sana. Suasana canggung tercipta, lalu hilang saat tawa dari orang yang dimaksud memenuhi ruangan.

“HAHAHAA. Saya tau saya tampan, tapi usia saya sama seperti ayah teman kalian, Hasan. Kamu masih mau sama saya?” Ujar Theodore.

Ucapan Theo sontak mengejutkan Kiera bukan main. Napasnya langsung tercekat gugup tak sanggup menjawab. Ia malu.

“Gabisa om. Kiera bakal nikah sama saya.” Ujar Nathan.

Ucapan Nathan sontak mengejutkan Kiera hingga berakhir dengan tatapan sinis dari sang gadis. Rendy sudah menduga Nathan akan melakukan hal ini jadi ia biasa saja. Sedangkan Theo tentu saja terkejut bukan main, karena ia mengetahui sesuatu tentang dua anak laki-laki di hadapannya.

“Kalian pacaran?” Tanya Theo.

“Nooooo! Tu. Na. Ngan! Tunangan.” Jawab Nathan.

“Nana!” Protes Kiera.

Hujaman pukulan berhasil mendarat pada bahu kanan Nathan, tapi tidak berasa untuknya. Justru Nathan menikmati hal itu. Tawanya memenuhi ruangan namun seketika hilang saat Theo bangkit dari duduknya, kepalanya tertunduk menatap meja di hadapannya dengan tangan yang menyatu ke depan. Ucapan Theo berhasil mengundang petir dalam ruangan.

“Kalau begitu, salam untukmu, Tuan Putri.”

Toko buku merah | 01:57 p.m.

“Jadi tujuan kalian ke sini karena postingan lama ku?” Tanya Theo.

“Iya, om, paman, tuan, pak, aduh manggilnya apa nih?” Ujar Nathan sambil berbisik pada kedua teman di samping kanannya.

“Om aja gak sih?” Bisik Rendy pada kedua teman di samping kirinya.

Kiera yang duduk di tengah hanya terpaku menatap lurus pemilik toko buku itu.

“Ganteng banget.” Ujar Kiera tanpa sadar. Ucapannya sontak mengejutkan tiga orang di sana. Suasana canggung tercipta, lalu hilang saat tawa dari orang yang dimaksud memenuhi ruangan.

“HAHAHAA. Saya tau saya tampan, tapi usia saya sama seperti ayah teman kalian, Hasan. Kamu masih mau sama saya?” Ujar Theodore.

Ucapan Theo sontak mengejutkan Kiera bukan main. Napasnya langsung tercekat gugup tak sanggup menjawab. Ia malu.

“Gabisa om. Kiera bakal nikah sama saya.” Ujar Nathan.

Ucapan Nathan sontak mengejutkan Kiera hingga berakhir dengan tatapan sinis dari sang gadis. Rendy sudah menduga Nathan akan melakukan hal ini jadi ia biasa saja. Sedangkan Theo tentu saja terkejut bukan main, karena ia mengetahui sesuatu tentang dua anak laki-laki di hadapannya.

“Kalian pacaran?” Tanya Theo.

“Nooooo! Tu. Na. Ngan! Tunangan.” Jawab Nathan.

“Nana!” Protes Kiera.

Hujaman pukulan berhasil mendarat pada bahu kanan Nathan, tapi tidak berasa untuknya. Justru Nathan menikmati hal itu. Tawanya memenuhi ruangan namun seketika hilang saat Theo bangkit dari duduknya, kepalanya tertunduk menatap meja di hadapannya dengan tangan yang menyatu ke depan. Ucapan Theo berhasil mengundang petir dalam ruangan.

“Kalau begitu, salam untukmu, Tuan Putri.”

Distrik L | 01:47 p.m.

KLINING Lonceng pintu masuk berbunyi kala tiga insan memasuki toko buku merah.

Sambutan hangat para pegawai menyambut kedatangan mereka. Rendy menunjukan isi pesan dalam ponselnya kepada pegawai yang bertugas dan kemudian mereka diantar menuju area yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Basement.

Langkah kaki meninggalkan bunyi pada tangga kayu yang dipijak. Hingga langkah mereka terhenti pada ujung tangga, tepat di hadapan pintu berwarna coklat tua bermotif mawar.

TOK TOK Sang petugas mengetuk pintu terlebih dahulu, meminta izin masuk. Lalu beranjak memasuki ruangan setelah mendapat izin dari pemilik ruangan.

KRIIEETT Pintu terbuka, menampakkan sosok pria dewasa berambut pirang, dengan setelan jas mewahnya bangkit dari duduk, menyambut kedatangan tiga anak muda yang mencarinya.

“Selamat datang, silahkan duduk dan ceritakan maksud tujuan kalian kesini.” Terkesan dingin. Namun ini baru kesan pertama, entah bagaimana nanti.

Distrik L | 01:47 p.m.

KLINING Lonceng pintu masuk berbunyi kala tiga insan memasuki toko buku merah.

Sambutan hangat para pegawai menyambut kedatangan mereka. Rendy menunjukan isi pesan dalam ponselnya kepada pegawai yang bertugas dan kemudian mereka diantar menuju area yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Basement.

Langkah kaki meninggalkan bunyi pada tangga kayu yang dipijak. Hingga langkah mereka terhenti pada ujung tangga, tepat di hadapan pintu berwarna coklat tua bermotif mawar.

TOK TOK Sang petugas mengetuk pintu terlebih dahulu, meminta izin masuk. Lalu beranjak memasuki ruangan setelah mendapat izin dari pemilik ruangan.

KRIIEETT Pintu terbuka, menampakkan sosok pria dewasa berambut pirang, dengan setelan jas mewahnya, bangkit dari duduk menyambut kedatangan tiga anak muda yang mencarinya.

“Selamat datang, silahkan duduk dan ceritakan maksud tujuan kalian kesini.” Terkesan dingin. Namun ini baru kesan pertama, entah bagaimana nanti.