Selesai
“Bara. Jawab. Kenapa malah diem?” Bintang yang merasa diacuhkan sedari tadi mulai tak bisa menahan emosinya. Tangan Bintang mengguncang bahu Bara hingga sang empunya tersentak dari lamunannya.
“Bara, kenapa kamu diem aja? Aku cuma minta kejelasan dari kamu apa susahnya sih? Ini menyangkut hubungan kita. Kamu gak mau mertahanin hubungan ini? Iya? Kamu mau kita pu—”
“Bintang.” Bara bangkit dari posisi duduknya. Suaranya terdengar gemetar, Bara berusaha untuk bersuara seolah ia baik-baik saja.
“Ayo, Bara anter pulang” Ditariknya lengan sang gadis menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berbincang. Sang gadis hanya diam mengikuti, tak menyangka bahwa kekasihnya akan seperti ini. . . . Mobil hitam itu kembali melaju membelah jalanan kota Jakarta. Sunyi menyelimuti keduanya di sepanjang perjalanan, hanya terdengar suara mesin mobil yang berpadu dengan merdunya gerimis.
Entah sejak kapan mereka telah sampai pada halaman depan hunian milik Bintang. Pandangannya lurus ke depan, menatap kaca depan mobil yang sedikit basah akibat gerimis yang mengguyur malam. “Sampai sini gak ada yang mau kamu jelasin? Bintang melempar pertanyaan sengit pada lawan bicara. 1 menit berlalu dan masih tidak ada jawaban, Bintang memutuskan untuk melepas sabuk pengaman dan beranjak keluar dari mobil. Tangan-nya membuka knop pintu mobil hingga disambut oleh dinginnya angin malam. Bintang benar-benar muak hingga ia memutuskan untuk masuk ke dalam rumah, namun langkahnya tertahan seolah tak rela untuk pergi saat itu juga.
“Bara, kamu serius mau tetap diam?! Hhhh” Bintang menghela napas kasar. Tidak ada jawaban, yang ditanya hanya menatap lurus ke depan tanpa melihat kekasihnya sedikit pun.
“FINE! Kalo emang mau kamu kaya gini, kita selesai.” Tegas Bintang.
BRAK! Suara pintu mobil tertutup nyaring bersama emosi yang menguar di antara sepasang kekasih itu— ralat, mantan kekasih.
. . .
To be continued- . . .
-Zhi