Bitter Kiss
Golden Cafe — 11:50 p.m Tw : kiss harap bijak dalam membaca.
“Na maaf, harusnya aku ga upload di main account.”
“Sssstt! Ga perlu minta maaf. Sini duduk.”
Kini mereka berdua duduk pada sebuah bangku kafe bagian outdoor. Kafe ini menyajikan dessert yang lezat juga pemandangannya yang tak kalah nikmat untuk dipandang. Cahaya redup dari lampu yang berjajar memberikan kesan hangat bagi penikmatnya. Ditambah alunan musik klasik yang kala itu diputar, menambah kesan romantis pada kafe yang hanya buka pada malam hari, tepatnya pada pukul tujuh malam hingga tiga pagi. Pengunjung disini biasanya datang dari kalangan muda seperti Nathan dan Kiera, namun tak jarang pula kedatangan pengunjung yang sudah berumur.
“Kenapa ngeliatin aja? Udah suka?”
Kiera mengerjap, panik saat dirinya tertangkap basah sedang menatap Nathan dari sisi kanan. Iya, kini mereka duduk bersebelahan dengan posisi Nathan di sebelah kiri dan Kiera di sebelah kanan. Mereka memilih tempat duduk yang panjang agar tidak bersebrangan. Alasannya satu, Nathan ingin merangkul Kiera.
“S-siapa juga sih yang ngeliatin.”
“Nih, liat pipi kamu makin merah.”
Kiera menatap layar ponsel milik Nathan yang menampilkan fitur kamera depan.
“Ini tuh namanya blush on! Bluuuuush ooooon!”
“Cih. Bukannya dua hari lalu kamu ngomel karna blush on dan mascara kamu habis? Aku tau kamu pasti belum sempat beli.”
“Sial inimah udah jatuh, ketimpa tangga pula.” Batin Kiera malu.
“Kok diem? Kenapa tadi ngeliatin aja? Udah suka?” Tanya Nathan kembali.
“S–suka sih..”
“How about love?”
Kiera terdiam. Kalau ditanya apa pertanyaan tersulit baginya. Sudah pasti dia akan menjawab 'Pertanyaan dari Nathan.'
“Kamu nanya apa sih, aku cuma penasaran sama kopi kamu. Makanya aku ngeliatin terus.”
“Kopi, ya?”
Kiera mengangguk.“Uh huh.”
“Kamu ga boleh minum kopi.”
“Dikit aja please.”
“Kepingin banget?”
“Banget.”
Nathan berpikir sejenak. Ia melirik ke arah Kiera dan menegakkan posisi duduknya saat telah mendapatkan ide.
“Aku tau cara lain supaya kamu bisa ngerasain tanpa harus minum.”
“Serius? How can?”
“Yakin kamu mau?”
Kiera mengangguk. “Uhm.”
“Aku tanya sekali lagi. Kamu yakin?”
“Duh kelamaan. Yakin, Na.”
“As your wish, Princess.”
Nathan menangkup pinggang kanan Kiera, menariknya perlahan hingga memotong jarak antar mereka. Ia tersenyum hangat, menransfer kehangatan pada gadis di hadapannya. Di sisi lain, Kiera hanya mematung. Ya Tuhan, siapa yang bisa menolak senyuman termanis milik Nathaniel. Jika ada, maka orang itu harus pergi ke Psikolog. Begitulah pikirnya.
“Princess, aku tidak merendahkan-mu. Dan tidak akan pernah. Untuk calon ratu-ku, segala keinginannya akan aku penuhi. Dan hari ini, keinginan pertama itu hadir. Atas izinmu, akan aku penuhi keinginanmu itu.”
Cup!
Sebuah kecupan mendarat pada bibir mungil Kiera. Hanya bertahan satu detik. Bukan tanpa alasan, Nathan melakukan itu untuk melihat respon sang gadis. Apabila Kiera menolak, maka Nathan akan mundur. Namun kedua mata Kiera terpejam, itu berarti lampu hijau baginya. Nathan kembali memotong jarak hingga bibir mereka berpaut, dan sedikit melakukan gerakan melumat ketika ada pintu masuk baginya. Instingnya cukup bagus pada hal ini. Tangan kanan Kiera meraba sekitar- Tunggu. Bukan itu yang dimaksud. Kiera meraba sekitarnya, mencari buku menu yang tergeletak di atas meja. Ia menarik buku itu dan menjadikannya penutup bagi aktivitas mereka berdua. Tidak ada yang boleh melihat privacy mereka. Terlepas dari status kebangsawanan mereka berdua.
Setelah dirasa kehabisan pasokan oksigen, tautan mereka akhirnya terlepas, diakhiri dengan kecupan lembut pada bibir dan kening Kiera. Tentu saja mereka canggung. Ada sekitar dua menit mereka diam tanpa suara.
“So, how's the coffee taste?” Nathan angkat bicara.
“Uhm– Pahit.”
“Hahahaaaa! It's bitter kiss? Kopi itu emang pahit. Here's eight shots if you wanna know.”
“WHAT?! Na, kamu gila ya?! Banyak banget!”
“It's okay, aku udah terbiasa. Anyways, liptint kamu rasa strawberry?”
“Uh...Y-ya. Kenapa?”
“Aku benci rasa strawberry. Tapi aku suka saat kamu yang pakai.”
Hening sejenak.
“It's my first kiss anyway.” Ucap Kiera.
“But i'm not.”
Entahlah, ada rasa kecewa dalam hatinya.
“Oh, really? Siapa perempuan beruntung itu?”
Nathan menangkap ada gerakan gelisah dalam mata Kiera. Perasaannya campur aduk kala itu. Seperti americano dengan rasa strawberry. Pahit dan manis yang menjadi satu. Lagi dan lagi ia hanya tersenyum.
“Yang mulia Ratu Yuna. Bunda-ku.”
. . . To be continued . . . —Zhi