Klang “Tanganmu masih bergetar, Rendy?”

Atensi Rendy berpindah dari Nathan menuju sumber suara pada sisi kanan ruangan. Dokter Darren. Dengan jas putih khas ala Dokter pada umumnya, tangan Dokter Darren sibuk menata rapih alat medisnya. Rendy kembali tersadar, ia baru saja melakukan Hypnotherapy. Tak disangka banyak sekali bermunculan puzzle pieces yang berhamburan. Masih buram, namun suara batinnya dalam air terdengar dan teringat sangat jelas. Benar saja jika tagannya ikut bergetar seiring ingatannya bermunculan.

“Bagaimana keadaan Nathan, nak?”

“Tidak gemetar. Hanya saja, o? kau menangis?”

Nathan yang sadar dirinya sedang diperhatikan, membuang muka sambil mengusap kasar air yang turun pada kelopak matanya. Ia begitu emosional kali ini. Bagaimana tidak, barusan ia mendengar suara yang sudah ia lupakan bertahun-tahun lamanya. Wajahnya tidak jelas, namun suaranya berhasil meremat hati sang empunya.

“Kakak, maaf aku melupakanmu.” Batinnya menyesal. Nathan mengidap amnesia sejak tragedi itu. Tidak permanen, namun cukup parah hingga ia melupakan kejadian tragis tersebut beserta orang di dalamnya. Jika ingin mencari siapa saja pelakunya, maka Rendy yang bisa membantunya.

“Jangan terlalu memaksakan diri, let it flow. Ingatan kalian akan berangsur-angsur muncul seiring berjalannya waktu.” Ujar sang Dokter.

“Ah saya lupa, Teressa unit nomor berapa ya?” Pertanyaan sang Dokter berhasil menarik atensi ke-tiga laki-laki di sana. Dua diantaranya mengernyit heran, mengapa ia mencari Teressa? ada hubungan apa ia dengannya?. Satu yang lainnya terlihat biasa saja, justru jawaban terakhir dari dirinya berhasil mengejutkan dua laki-laki tersebut.

“Kamar nomor 027.”

“Oh iya. Kalau begitu, mereka berdua aku serahkan padamu, Jeremmy. Aku akan menemui putri kecilku dulu.”

“Baik, Ayah.”