Khawatir
. . .
“Bara? muka kamu-” “Bara gak kenapa-kenapa, Star” Bintang berjalan dengan wajah panik melihat Bara terluka sampai tak sadar bahwa suaranya yang keras menjadikannya bahan tontonan menarik orang-orang sekitar. Syukurlah Bara langsung menenangkan gadisnya itu.
“Muka kamu?! Tangan kamu juga?!” Bintang menarik lembut tangan Bara yang diperban dengan wajah yang khawatir.
“Bara, kamu habis ngapain sih??? Kok bisa sampai diperban gini?!” Bara tersenyum melihat Bintang mengkhawatirkan dirinya.
“Bara! jawab dong kok malah senyum-senyum?!” Bintang mulai mendengus kesal. Bintang yang sedang kesal malah terlihat menggemaskan dimata Bara. “Gemes.” Ujar Bara sambil mencubit pipi kanan Bintang dengan tangan kirinya yang terbebas.
“Ih? Liat tuh pipinya merah kaya kepiting rebus ahahaa” Bara tertawa lembut melihat Bintang yang salah tingkah dibuat nya.
“Ish apaan sih masa disamain sama kepiting rebus?! Gak banget.” Bintang cemberut salah tingkah, kemudian melepaskan genggaman tangannya pada tangan kanan Bara yang terluka.
“Ih? Kok cemberut? Nih liat pipi kamu jadi gembul kalo cemberut.” Bara menunjukan cermin di hadapan Bintang hingga Bintang bisa melihat pantulan wajahnya yang memang sedang blushing. 'Apa-apaan gue malu banget please' Batin Bintang.
“Apaan sih Bara! Awasin.” Bintang menepis pelan cermin di hadapannya. “Lagian itu cermin siapa deh? Cermin kamu? Tumben banget?” “Ahahaa bukan, bukan punya Bara. Ini punya Lukas” Bara tertawa ngasal.
“Heh! heh! main pake nama orang aja lu! Mana ada gue bawa cermin begitu.” Sang pemilik nama protes.
“Loh terus punya siapa?” Tanya Bintang kebingungan. Bara mengusap surai coklat tua di hadapannya lembut sambil tertawa pelan “Ahahaa gak tau, nemu di ujung sana” Bara mengakat dagu ke arah ujung lapangan tempat mereka berada.
“Oooh ya terus kenapa malah bahas kaca sih? Pertanyaan aku belum kamu jawab loh ya.” “Kan kamu yang mulai? Bara cuma jawab.” Bara dengan sengaja menyentuh hidung Bintang dengan jari telunjuknya. Tak terima karena terlalu malu, Bintang mendorong pelan Bara agar menjauh darinya dan berbalik berniat pergi dari tempat itu.
“Star, mau kemana?” Bara mengejar Bintang sambil memasang wajah sedih, seperti anak kecil yang ditinggal ibu nya. “Pulang.” Jawab Bintang ketus. “Bara anter ya?” Langkah kecil Bintang kalah cepat dengan Bara, Bara menahan tangan kanan Bintang agar tidak meninggalkannya.
“Pulang sama Bara ya? Mau ya? Yaa?” Bara memasang wajah memohonnya, sudah pasti Bintang kacau karena terlalu gemas saat ini. “Yaudah iya. Stop pasang muka kaya gitu! Nyebelin tau gak.” “Nyebelin atau gemesin? hm?” Bara mendekatkan wajah mereka berdua untuk menggoda Bintang, lagi.
“Diem atau gue kayang di tengah lapangan?!” Bintang mundur menjauhkan wajahnya. “Emang berani?” “Heheeee” “Tuhkan... Ayo pulang, udah mulai gelap nanti Star dicariin bang jef bahaya.” Bara merangkul Bintang dengan tangan kirinya menuju parkiran mobil untuk pulang. “Iyaaa.”
“Bara belum jawab pertanyaan Star tadi loh ya.” Bintang mengingatkan. 'Mampus gue' batin Bara.
. . .
To be continued-
. . .
-Zhi