Dua jadi Satu
important! don't skip this part (773 words)
Bintang melihat jam pada layar ponsel miliknya dan segera bangkit dari kasur setelah tersadar bahwa ia tertidur selama tiga jam. Netranya menyapu ruangan, tidak didapati sosok calon kakak iparnya di sana. Bintang segera membasuh wajahnya dan menambahkan sedikit bedak plus liptint agar tidak pucat. Setelah dirasa fresh kembali, ia melangkah keluar dari kamar, namun hanya didapati Bara yang sedang menunggunya di halaman depan villa. Kehadirannya disambut hangat oleh Bara.
“Oh? Udah bangun?” Lekuk eye smile terukir di wajahnya, senyumnya menghangatkan hati persis seperti rona langit sore hari itu.
“Yang lain di mana?” Bintang menelisik sekitar namun tidak menemukan siapapun.
“Pergi beli bahan makanan” Bara menjawab. Tangan Bara terulur menarik lembut tangan Bintang, menuntunnya ke tepi pantai.
“Oh iya, nih minum. Seger banget fix!” Bara memberikan es kelapa dalam bentuk kelapa yang telah di buka dan terdapat sedotan di atasnya. Sambil berjalan perlahan, Bintang mengambil buah itu dari genggaman Bara dan berpindah ke tangan kirinya.
Mereka bergandengan tangan dan berhenti di tepi pantai, tepat dimana matahari lurus tenggelam di hadapan mereka nanti. Keduanya duduk bersila di atas lembutnya pasir. Hening. Deru ombak beserta aroma laut menghiasi sore mereka. Tak lupa dengan es kelapa yang dinikmati bersama menambah kesan manis antar keduanya.
“Bara udah tau ya?” Bintang memulai percakapan. Pandangannya masih lurus menatap langit jingga.
“Soal?” Bara mengalihkan atensinya pada Bintang.
“My family” Bintang menjawab. Kali ini netranya balas menatap sendu sang kekasih. Bara tersenyum tipis seraya tangan kirinya mengusap lembut pucuk kepala sang gadis.
“Abang kamu udah cerita. Semuanya baik-baik aja, Star” Bintang ikut tersenyum. Hangatnya sore itu dihiasi deru ombak dan langit jingga, namun terasa ada sedikit sendu di dalamnya.
“Bara?” Bintang kembali menatap langit, namun tetap membuka percakapan antar mereka.
“Hmm?” Bara menanggapi panggilan Bintang sambil menatap wajah favoritnya.
“Mau cerita?” Atensi Bintang yang semula pada langit berpindah ke pasir pantai, Bara mengerti. Manik Bara kini menatap langit, hela napas pelan tercipta, menghirup udara segar khas laut.
“Mama...” Ada jeda sebelum ia melanjutkan. “Pergi.”
Bintang sempat tercekat namun tetap diam mendengarkan.
“Bara gak tau dimana beliau, awalnya emang sulit. Bara sempat marah sama Papa karna udah buat Mama pergi. Tapi sekarang Bara udah dewasa, itu urusan mereka. Bahkan waktu Bara cari tau posisi Mama, hasilnya nihil. Gak ada jejak. Bara harap, Mama baik-baik aja dan suatu hari muncul buat lihat anak semata wayangnya ini. Hahahaa, terdengar mustahil ya? Tapi gak papa kan kalau Bara berharap?”
Bintang menoleh pada Bara, ia memotong jarak. Merangkul lengan kiri sang kekasih juga menyandarkan kepala di sana. Hangat. Hati Bara terasa hangat saat Bintang di sampingnya. Mengobati segala kerinduannya pada sang ibunda. Menjadikannya sosok satu-satunya perempuan yang bertahan di sisi nya.
Matahari mulai mendekati garis pantai, memancarkan sorot jingga di langit bagai lukisan Tuhan yang terindah.
“Star?”
“Hmm?”
“Tu sei una stella ... la mia stella.”
“Artinya?”
“Kau adalah bintang ... Bintang-ku.”
Dua pasang Netra legam saling memandang, seolah lupa pada surya yang pudar ditelan laut.
“Kita cheesy banget gak sih? HAHAHAHA” Keduanya tertawa bahagia di sana.
Alunan musik terdengar dari balik punggungnya, Bintang menoleh ke belakang namun tak mendapati apapun di sana. Ia berdiri, matanya menyapu area pantai mencari sumber suara, lalu—
Gelap.
Kedua tangan Bara menutup pandangan Bintang. Menuntunnya ke suatu tempat. Bintang merespon kebingungan namun langkahnya tetap mengikuti. Hingga beberapa saat kemudian, Bara melepas tangannya dari sana.
Bintang membuka pandangannya perlahan, beradaptasi dengan cahaya di depannya. Berangsur-angsur pandangannya mulai jelas. Netranya membulat, tempo jantungnya semakin cepat. Ia lemas, air yang menggenang di pelupuk mata jatuh tak terelakkan saat dilihatnya sosok sang kekasih berlutut di hadapannya.
Bara berlutut dengan kaki kanan sebagai tumpuan, tangannya terulur menggenggam sebuah kotak kecil berisi cincin. Maniknya menangkap manik lain di depan sana, dilihatnya sang gadis menangis sambil menutup mulut dengan kedua tangan.
*“My heart was a desert until you came and watered it with your love. Let's spend the rest of our lives together pulling the weeds and enjoying the blossoms.”
“Star, will you marry me?”
Deru ombak dan alunan musik menjadi backsound hari bersejarah itu. Hari dimana senja beserta kawanannya menjadi saksi saat anak adam melamar anak hawa untuk menjadi pendamping hidupnya.
“Yes, i will”
Bara bangkit setelah memasangkan cincin di jari manis Bintang, lalu mengecup lembut kening sang kekasih sebagai tanda tulus cinta nya. Tepuk tangan mulai terdengar dari balik gazebo. Bintang menelisik ada siapa di sana. Tangis nya semakin pecah saat ia dapati seluruh anggota keluarganya hadir di sana. Trio J, ACE5, Deva, Bahkan Papi Mami dan tuan Aldebaran ikut hadir di hari bahagia itu. Cukup. Ini lebih dari cukup baginya.
Dua jadi Satu, dari kisah keju jadi menantu.
Selamat untuk Bara dan Bintang. May the world make your love life full of happiness.
. . .
Fin- . . .
-Zhi