BRUK! Nathan jatuh terduduk pada tepi jurang, tepat dimana kakaknya tewas. Hatinya hancur mengingat peristiwa pilu itu. Bertahun-tahun ia hidup dengan damai dalam sejarah palsu. Kepalanya menunduk, setetes air lolos membasahi pipi. Tangannya mengepal, tekadnya semakin kuat. Dokter Moon harus ditangkap.
Kiera yang menyaksikan betapa terpuruknya Nathan, memutuskan untuk ikut duduk di sampingnya, ia menempuk pundak serta mengusap surai lembut milik Nathan. “Ayo kita selesaikan ini bersama. Kami ada di sampingmu, Pangeran.” Ujar Kiera.
“Na, Lo udah ingat semua?” “Hm. Lo?” “Not yet.” “The lake has called you, Rendy.”
Langit sudah gelap, kini mereka telah berada di tepi danau. Perbatasan utara kerajaan Torch dan Gold. Beruntunglah mereka dibekali lentera minyak dari persewaan kuda tadi. Kiera menyalakan satu dari empat lentera. Nathan memilih untuk menyalakan senter HP miliknya, begitu pula Rendy. Tapi Hasan, entah sangkin serius dengan ponselnya, ia sepertinya tidak sadar sedang memegang senter kelinci ungu yang Kiera beli tadi.
“Gue ikut masuk gak?” Tanya Nathan pada Rendy, yang ditanya menggelengkan kepala. “Gak perlu. Lagipula kayaknya lo udah gak sadarkan diri waktu itu.” “Lah, itu lo inget?!” “Ya buktinya ingatan lo berhenti di tepi jurang tadi.” “Oh iya. Yaudah sana masuk keburu makin gelap, serem.” “Ya.”
Rendy melepas pakaian bagian atas miliknya dan beranjak masuk ke dalam danau. Kakinya gemetar, tidak. Seluruh tubuhnya dingin dan gemetar, peluh mulai membasahi kepalanya.
“Rendy, lo gemeter.” Ujar Kiera. “I'm okay, Ki. Tolong senterin gue ya.” Ujar Rendy. Kiera tau, Rendy tidak baik-baik saja. Tapi ini keputusannya, ia tidak berhak mengganggu gugat.
(flashback danau bg hitam)
“Rendy!.” “Ren!”
NGUUUNG Rendy membuka kedua matanya, rungunya berdengung. Sunyi, hanya terdengar suara air di permukaan telinga. Kepalanya dibawah garis permukaan air, kakinya terus mengayuh, menahan agar tak tenggelam. Everything is clear. Rendy mengingat semua kejadian, hingga ia berakhir pingsan saat itu. Tubuhnya tak lagi gemetar, fobianya hilang sudah. Ia berhasil mengatasi ketakutannya. Rendy mendongak menatap cahaya di atas sana, tangannya terulur ke atas hendak membawa tubuhnya ke permukaan.
“Hmph.” Please jangan sekarang. Kini Rendy merasakan keram pada kakinya, sedangkan napasnya mulai habis dibawah sana. Ia hanya bisa mengendalikan kedua tangannya. Namun posisinya cukup dalam hingga ia kewalahan. Dadanya mulai sesak, pandangannya buram.
BYUR!!! Sosok Nathan terlihat memasuki air. Tangannya disambut dan dibawa menuju permukaan. Déjà vu.
“UHUK. UHUK.” Rendy terbatuk-terbatuk saat keluar dari danau. Ia mengeluarkan air yang menerobos masuk ke paru-parunya.
“Batu sih lo! gue bilang juga apa, harusnya gue ikut masuk.” Omel Nathan. Anehnya, Rendy tidak kesal. Ia justru tertawa mendengarnya.
“So, we are friends since nine years ago?” Tanya Nathan. “Ya gitu deh.” Jawab Rendy. “Wait, what? nine years? WDYM?” Sahut Kiera. Nathan dan Rendy tertawa dan menjawab bersamaan. “We'll talk about this later.” “Huh?!” Ingin sekali Kiera melempar mereka berdua ke dalam danau saat ini.
TUNING! “Yo, Guys!” Teriakan Hasan berhasil menarik atensi ke-tiga temannya. “Koordinatnya ketemu.”