About Her
Tw : Slight Angst, D word, Accident. Please be carefull, read with caution. (754 words)

“Yakin?”
“Lo gak akan pernah tau kalau belum nyoba”
Begitulah percakapan antara Jefrian dan Jonathan, keduanya berencana membahas suatu hal yang menurut mereka penting atau memang sangat penting. Jefrian merogoh saku celananya, mengambil sebuah ponsel berwarna graphite dari dalam sana. Dicarinya sebuah nomor dari daftar panggilan masuk dan tak lama kemudian terjadi percakapan dua arah.
“Ada apa bang?” Respon panggilan tersebut.
“Ke warung, sekarang.”
“Ngapain anjir gue mau jagain Bintang”
“Bintang udah jago ngetrail yaelah! lagian ada cewe gue juga di sana. Mending lo ke sini atau gue gagalin rencana lo.”
“Buset bercandanya gak lucu. Iye dah otw.” Sedetik kemudian panggilan mereka terputus.
Bara berlari menuju warung dekat area parkir di mana duo 'J' dan Hendri sedang bersantai menunggu kehadirannya. Lukas? Ia sedang di area parkir, berbincang dengan tukang parkir yang sama cerewetnya.
“Paan?” Kedatangan Bara dengan nafas yang tersengal menginterupsi duo J yang sedang sibuk berebut es batu dari dalam cup es jeruk. Keduanya menoleh serempak dan mempersilakan Bara untuk duduk di antara mereka.
“Lo harus tau sesuatu.”
“About what?”
“Bintang.” Atensinya semakin fokus ketika nama perempuan sagitarius itu disebut.
*“Yakin sama keputusan lo?” Jefrian bertanya pada Bara. Yang ditanya seketika menegapkan posisi duduknya. Walaupun bukan duduk siap, namun cukup jelas bahwa topik kali ini akan serius.
“Bang, kita udah bahas ini waktu itu dan gue yakin untuk—wait. Lo ngapain masih di sini?” Atensinya berpindah pada Jonathan yang sedang ikut menyimak.
“Jo harus di sini.” Jawab Jefrian sambil mengunyah es batu kemudian.
“Haha. Yaelah bang, karena elo kakanya ya lo harus di sini. Tapi dia? Apa urusannya? Gue gak mau ya bahas privacy ke orang asing.”
“Justru itu. Jonathan. Harus di sini.” Jefrian menekankan suara pada kalimatnya barusan.
“Bang lo ngerti gak s—”
“Dia abangnya.” Bara terdiam berusaha mencerna segala kalimat yang baru saja ia dengar. Otaknya bekerja cepat mengolah segala kalimat dengan kejadian yang telah lalu dan ia satukan menjadi sebuah kemungkinan.
“I'm her brother, even i'm not her biological brother, i'm still her brother.” Jonathan angkat bicara.
Gerigi syaraf otak Bara bergerak cepat merapihkan segala memori yang kusut. Ia mengingat bagaimana perhatian Jonathan pada Bintang, juga reaksi Bintang saat Bara beradu otot dengan Jonathan. Untaian benang mulai rapih membentuk fakta yang tidak disangka. Tubuhnya mematung, lamunannya disadari oleh dua orang di sana. Salah satunya bersiap membuka mulut, mengungkapkan fakta penentu keputusan.
“Lo udah tau siapa orang tua Bintang, kan? Lo cari tau sendiri pake koneksi lo. Tapi satu hal yang belum lo tau, her father is not her biological father. Dia bokap kandung gue. Mereka nikah saat Bintang masih SD. Ayah kandungnya kecelakaan mobil dan tewas di tempat, dan Bintang nyaksiin itu.”
Bara masih dalam lamunannya, menyimak segala fakta yang belum ia ketahui tentang keluarga sang kekasih.
“Papa sengaja ninggalin kantor demi menjemput putrinya pulang sekolah dan bisa jalan-jalan dengan putrinya yang sedang berulang tahun. Beliau orang yang sibuk dan ambisius soal kerjaan. Hari itu, pertama dan terakhir kalinya Bintang merasakan kasih sayang dari Ayah kandungnya.” Jefrian bercerita dengan mata yang mulai basah, luka nya terbuka.
*“Bintang pasti gak pernah cerita soal keluarganya. Lo udah tau kenapa. Bisnis keluarga. Pasar kita saingan. Effort lo juga pasti gede buat yakinin pak Aldebaran soal hubungan lo. Gue juga ngerasain karna gue ikut turun dalam ngeyakinin orang tua gue soal kalian berdua dan soal rencana lo. Bintang gak siap kalo harus pisah sama lo”
Ya. Saat di Italy, selain memegang kendali cabang perusahaan, Bara berusaha mencuri hati Papanya soal hubungan romansa ia dengan sang kekasih. Awalnya memang kacau, Papanya menolak keras hingga menyuruhnya untuk mengakhiri hubungan mereka. Tapi Bara tidak gentar. Bara rela berlutut dan menjanjikan akan memegang perusahaan dengan baik. Karena awalnya Bara tidak tertarik dengan perusahaan keluarganya. Tapi karena masih ada dalam lingkup otomotif, Bara mengambil keputusan lain. Juga demi sosok yang ia cintai.
“Gue tanya sekali lagi. Lo yakin?”
Hening mengalun bersama angin.
Lamunannya hilang. Kepala yang menunduk mulai terangkat, manik hitam Bara menatap tegas penuh keyakinan. Dari awal, Bara tau bahwa keputusan ini murni keinginannya. Tangannya mengepal, tanpa keraguan sedikitpun, ia menjawab.
“Jawaban gue tetep sama. Gue. Yakin.”
Sudut bibirnya sedikit terangkat. Rasanya keputusan ini tepat. Jo menerawang ke belakang melihat waktu yang telah lalu. Bintang; Sosok utama yang menjadi pusat perhatian kedua abangnya. Pandangannya beralih pada laki-laki valentine di depannya. Ia sangat paham seberapa besar kekhawatiran Jef, atau mungkin lebih besar dari dugaannya.
Seberapa sering bertengkar, seberapa sering berdebat, seberapa sering saling mengejek. Seorang kakak menginginkan yang terbaik untuk adik nya.
Jefrian membalas atensi Jo sekilas, dan beralih pada cup es di tangannya, lantas bergumam pelan.
“Lulus.”
. . .
To be continued- . . .
-Zhi