05:13 p.m. — Green Bookstore.

BRUK! Buku tak bersalah jatuh penuh emosi di antara tumpukan buku lainnya. Rendy sang pelaku, mendengus kesal dengan kerutan dahi yang semakin kentara. Biasanya Rendy akan memasang air muka setenang danau walaupun sedang dilanda amarah atau kesedihan. Namun kali ini ia mengabaikan hal itu, karena tidak ada pengunjung lain selain dirinya di toko ini. Tubuhnya berbalik, melangkah menuju pintu keluar hendak kembali pada Kiera. Namun langkahnya terhenti saat ponsel miliknya bergetar dari balik saku jaketnya.

“Ren, gue udah selesai cek semua website tapi hasilnya nihil. Bahkan admin olshop gak ada yang tau soal buku yang lo cari. Mereka bilang gak pernah lihat buku itu selain denger ceritanya waktu kecil.” Ujar seorang pria dibalik panggilan.

“Jadi menurut lo, mahkota yang hilang hanya dongeng semata?” Ujar Rendy.

“Awalnya gue mikir gitu. Tapi gue nemuin sesuatu yang gue sendiri gak percaya kalo ini nyata. Gue gak bisa jelasin di sini. Mending lo balik ke dorm dan bakal gue tunjukin langsung.”

“Oke thanks bro, gue segera kesana.”

“My pleasure, sob.” Panggilan berakhir.

Rendy kembali memasukkan ponselnya ke dalam jaket. Rasa penasarannya semakin menjadi-jadi, ia melanjutkan langkahnya dengan tergesa hingga suara seseorang berhasil menghentikan langkahnya.

“Anak muda?” Panggil seorang kakek pemilik toko pada Rendy.

“Kau mencari buku mahkota yang hilang?” Tanya pria tua itu.

“Ah, iya betul pak. Bapak menjual buku itu?” Jawab Rendy antusias.

“Tidak nak, tapi seseorang di toko buku merah tau banyak soal buku yang kau cari.” Ujar sang pemilik toko buku hijau.

'Hanya ada tiga toko buku di sini. Itu artinya, Nathan. Nathan di sana.' Batin Rendy.

“Kau sudah melangkah sejauh ini. Semoga berhasil, anak muda.” Rendy berterimakasih pada sang kakek seraya tersenyum hangat. Namun seketika senyum itu pudar saat sang kakek mengucapkan kalimat selanjutnya.

“Kebenaran dan masa depan negara ini ada di tangan anak muda seperti kalian.” —Kakek toko buku hijau.